SIBI dan BISINDO: Salah Kaprah dan Maknanya


SIBI dan BISINDO menjadi topik yang masih sering disalahartikan/disalahpahamkan. Sebenarnya, apa itu SIBI? Apa itu BISINDO? Baca terus tulisan ini sampai habis~

SIBI...

SIBI adalah bahasa Indonesia yang diisyaratkan. Dengan kata lain, tata bahasa bahasa Indonesia ditransformasi dengan ke dalam modalitas manual (tangan / gestur/ ekspresi wajah). 

SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia) mulai gencar beredar sejak 1994 ketika Kamus SIBI Edisi Pertama didistribusikan kepada SLB di penjuru Indonesia. Ini didasarkan oleh SK Mendikbud No. 0190/P/1994 yang mewajibkan seluruh SLB menggunakan komunikasi total dan SIBI dalam pengajarannya (dari situs https://pmpk.kemdikbud.go.id/sibi/). 

Kosakata dalam kamus SIBI diadaptasi dari berbagai sumber isyarat, antara lain, ASL (bahasa Isyarat Amerika), BSL (bahasa Isyarat Inggris), SingSL (bahasa Isyarat Singapura) (Palfreyman, 2015: 126), juga dari berbagai kamus isyarat yang sebelumnya dibentuk oleh sekolah/organisasi di Jakarta juga Surabaya (Isma, 2012: 43), serta dari bahasa Isyarat lokal, yang saat itu disebut sebagai ISYANDO (Branson dan Miller, 2004: 19).  

Tidak hanya di Indonesia...

Situasi ini juga terjadi di berbagai lokasi, misalnya di Amerika. Biasanya disebut dengan Signed Exact English (SEE) yaitu bahasa Inggris yang diisyaratkan ("manually coded form of English..."; lihat situs https://www.signingexactenglish.com/?pageid=2). Contoh lain adalah MCC (manually coded Chinese) di Hong Kong yang biasa disebut sebagai "isyarat buatan" (Tang, dkk 2015). Disebut sebagai buatan karena merefleksikan tata bahasa lisan bahasa Cina yang biasanya digunakan bersamaan dengan bahasa lisan. 

Bagaimana dengan BISINDO...

BISINDO (Bahasa Isyarat Indonesia) merupakan bahasa Isyarat yang muncul secara alami dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh komunitas Tuli. 

Istilah BISINDO secara resmi baru digunakan sekitar tahun 2006 pada kongres Gerkatin (Palfreyman, 2015: 128). Tapi, diyakini bahasa Isyarat alami ini telah muncul bahkan sejak tahun 1930-an, ketika sekolah tuli pertama dibangun di Cicendo, Bandung. Namun, dokumentasi/studi tentang hal ini belum banyak dilakukan. 

Singkatnya, istilah BISINDO saat ini digunakan untuk merujuk pada bahasa Isyarat alami yang digunakan komunitas tuli di berbagai daerah di Indonesia. Artinya, setiap daerah memiliki varian-nya masing-masing (contohnya, BISINDO daerah Jakarta, BISINDO daerah Denpasar, dst). 



Tapi, kesalah-pahaman masih sering terjadi...

Pada umumnya, keberadaan manually coded language (seperti SIBI) dalam pengajaran anak-anak tuli dikatakan sebagai pendukung untuk memelajari bahasa lisan (bahasa kedua). Kenyataannya, tidak ada jaminan proses pembelajaran bahasa kedua menjadi "lebih mudah" ketika sistem ini dipasangkan sebagai pelengkap. 

Justru, salah satu faktor penting yang memiliki efek positif dalam pembelajaran bahasa kedua adalah kemampuan bahasa pertama (dalam hal ini bahasa Isyarat alami). Hal ini tidak hanya berkaitan dengan pembelajaran bahasa, tetapi juga berkaitan dengan perkembangan individu secara keseluruhan (baca Tang, dkk., 2015)

Tapi, karena salah kaprah sudah mendarah-daging, terdapat anggapan bahwa SIBI (sebagai manually coded language) harus disertakan dalam pengajaran terhadap anak-anak tuli. Dengan menggunakan SIBI, anak tuli akan terpapar dengan tata bahasa Bahasa Indonesia "yang benar". 

Hasilnya?

SIBI SERING DIANGGAP SEBAGAI PENGGANTI BISINDO KARENA 
DIANGGAP SEBAGAI BAHASA YANG LEBIH 'FORMAL'. 
AKIBATNYA, POSISI SIBI BERADA "DI ATAS" BISINDO

Padahal...

Argumen yang umum beredar atas penggunaan SIBI sepertinya kurang tepat: bertujuan untuk mengajarkan tata bahasa Bahasa Indonesia yang "benar". Padahal, dalam kemampuan berbahasa, unsur pemahaman (comprehension) lebih utama, ketimbang hanya mengajarkan tata bahasa yang "benar". 

Situasi seperti ini kemudian menciptakan "kompetisi" antara SIBI dan BISINDO. Masalahnya, kompetisi ini kurang berimbang. Kebanyakan yang menyuarakan pentingnya SIBI adalah individu-individu Dengar: mulai dari guru Dengar yang mengajar di SLB ataupun orang-orang (Dengar) penting di pemerintahan, tanpa menyertakan bukti penelitian yang konkret. 

Baiknya...

Baiknya, saat ini fokus dialihkan untuk membantu penyebaran wawasan terhadap bahasa Isyarat alami di Indonesia (BISINDO) dan mendukung penggunaannya. Sebab, BISINDO adalah penunjang utama dalam proses perkembangan bahasa individu tuli secara keseluruhan. 



sumber bacaan 

https://pmpk.kemdikbud.go.id/sibi/

Branson, Jan dan Don Miller. 2004. "The Cultural Construction of Linguistic Incompetence". Sign Language Studies, Vol. 5, No. 1, hlm. 6--38. (https://www.jstor.org/stable/26190757

Isma, Silva Tenrisara Pertiwi. 2012. Signing Varieties in Jakarta and Yogyakarta: Dialects or Separate Languages?. Tesis Magister. The Chinese University of Hongkong. 

Palfreyman, Nick. 2015. Sign Language Varieties in Indonesia. Disertasi Doktoral. University of Central Lancashire.

https://www.signingexactenglish.com/?pageid=2

Tang, Gladys, Chris Kun-Man Yiu, Scholastica Lam. 2015. "Awareness of Hong Kong Sign Language and Manually Coded Chinese by Deaf Students Learning in a Sign Bilingual and Co-enrollment Setting". Dalam buku Educating Deaf Learners: Creating a Global Evidence Based. Oxford University Press.


Comments

Popular Posts