#NgomonginJBI 1 : Sama tapi Beda Antara Penerjemah dan Juru Bahasa

#NgomonginJBI dibuat berdasarkan pandangan pribadi yang menganggap bahwa pembahasan mengenai juru bahasa secara umum dan juru bahasa Isyarat (JBI) secara khusus masih jarang dilakukan. Secara sederhana, #NgomonginJBI Edisi 1 membahas tentang makna dan definisi dari istilah penerjemah dan juru bahasa. 

Jika tertarik dengan topik JBI, bisa baca tulisan sebelumnya membahas secara sederhana apa itu JBI yang ditulis dalam bahasa Inggris. Atau, jika tertarik dengan bagaimana media memotret sosok JBI, bisa baca tulisan ini yang terbit di Remotivi.

Oiya, tambahan sedikit biar tidak bingung:
Contoh situasi -> Konferensi diadakan dalam bahasa Inggris, jurbah bertugas menginterpretasikannya ke bahasa Indonesia.
a) 'bahasa sumber': bahasa Inggris
b) 'bahasa target': bahasa Indonesia

PENGERTIAN

Selama beberapa waktu, hanya kata "penerjemah" yang digunakan untuk merujuk ke kegiatan penerjemahan dan penjuru-bahasaan. Nyatanya, dua kegiatan tersebut diwakili oleh dua istilah yang berbeda.

Penerjemah dan juru bahasa di sini merujuk pada orang yang melakukan kegiatan penerjemahan atau penjuru-bahasa-an. Tapi, agar lebih singkat dan mudah, penerjemah dan juru bahasa juga digunakan untuk menjelaskan kegiatan yang terjadi di dalamnya.   

Secara sederhana, yang membedakan juru bahasa dan penerjemah adalah moda bahasa yang digunakan. Juru bahasa (jurbah) biasanya bersentuhan dengan lisan (oral/verbal), sedangkan penerjemah dengan teks atau tulisan. Tidak hanya itu, juru bahasa biasanya bekerja secara langsung (real-time), saat itu juga ketika suatu acara dilangsungkan. Sementara itu, penerjemah bekerja secara bertahap; memiliki waktu untuk evaluasi atau revisi hasil kerjanya, sesuai kesepakatan klien.

Produk penerjemah biasanya dalam bentuk fisik; seperti buku, dokumen, dan situs. Subtitles yang ada pada film atau video YouTube juga termasuk dalam produk penerjemahan, lho. Sementara itu, produk jurbah biasanya tidak berbentuk fisik, tapi digunakan dalam berbagai setting formal rapat, konferensi, wawancara, presentasi, dan lainnya.

id.pinterest.com/amtransassn/_created/

PERKENALAN

SEJARAH SINGKAT

Praktik penjuru-bahasaan telah dilakukan sejak dulu, tetapi hal tersebut tidak menjadi sesuatu yang 'istimewa'. Tidak pula terlalu dipertimbangkan sebagai sebuah profesi yang mumpuni. 

Doña Marina [1] merupakan salah satu juru bahasa yang memiliki peran sentral dalam masa perang Spanyol-Aztec yang dipimpin oleh Hernán Cortés. Dalam perang tersebut, nama Cortés memang yang sering disebut-sebut karena mampu menaklukan Aztec dan menjadikannya bagian dari koloni Spanyol. Namun, peran Marina tidak kalah krusial karena berkatnya berbagai informasi didapatkan dan Cortés dapat meluncurkan strategi yang tepat. 

Contoh lainnya adalah 'dragoman' [2] pada masa Ottoman Empire. Dragoman adalah individu yang memang dicetak untuk menjadi penerjemah kekaisaran tersebut untuk urusan politik; seperti menerjemahkan pertemuan-pertemuan, menerjemahkan surat antar-bangsa, dan lainnya. Sebab, Kekaisaran Ottoman (sekarang lebih dikenal dengan Turki) pada saat itu sangat aktif melakukan pendekatan ke berbagai bangsa. 

Dalam bukunya [3], Pöchhacker mengatakan bahwa Paul Mantoux, yang berperan sebagai juru bahasa bagi Georges Clemenceau dalam Konferensi Perdamaian Paris 1919, merupakan batu loncatan bagi profesi juru bahasa. Sejak saat itu, inisiasi pelatihan untuk juru bahasa dilaksanakan, termasuk organisasi dan badan profesional. Saat ini, juru bahasa di beberapa negara berada pada naungan badan profesional yang mengatur kode etik dan standar profesi. 

Penerjemahan, di sisi lain, telah dilakukan sejak dulu kala. Kelly, dalam "Translation: History" [4] membagi periode penerjemahan dalam enam bagian: 1) Periode Klasik, 2) Abad Pertengahan, 3) The Age of Reasons, 4) Abad ke-19, 5) Masa Misionaris, 6) Abad ke-20. 

Pada awal "masa"nya, penerjemahan telah dilakukan dalam ranah karya sastra yang diperuntukkan sebagai hiburan. Dapat dikatakan berbagai penerjemahan pada masa Roma (dalam periode Klasik) memiliki peran penting dalam perjalanan sejarah penerjemahan. Selain penerjemahan dalam karya sastra, penerjemahan yang berhubungan dengan religi juga memiliki porsi besar dalam sejarah penerjemahan. 

Saat ini, penerjemahan tidak saja menitikberat pada karya sastra, tetapi berbagai dokumen dalam berbagai bidang: bidang ekonomi (perjanjian kerja, kontrak kerja, peraturan, dll), bidang hukum, dan lainnya. 

JURU BAHASA DAN PENERJEMAH: SAMA TAPI BEDA

Sudah disinggung sebelumnya, jurbah bekerja secara real-time dan moda bahasa yang digunakan adalah bahasa lisan. Hal ini artinya jurbah perlu bekerja secara simultan: mendengar tuturan dan langsung menginterpretasikan ke bahasa target. Salah satu aspek utama dalam proses jurbah adalah timing, artinya proses interpretasi harus jalan beriringan antara bahasa sumber dan bahasa target. Ini (simultan) menjadi salah satu metode yang cukup umum digunakan dan ditemui. Tapi, ada juga kok yang tidak simultan. Biasanya disebut dengan consecutive interpreting [5], yaitu interpretasi dalam bahasa target baru diutarakan setelah bahasa sumber selesai diucapkan. Selain itu, kehadiran jurbah secara langsung (datang ke tempat acara berlangsung, atau dalam situasi ini ada di dalam ruang online meeting) juga menjadi salah satu pembeda dari penerjemah. 

Oiya, karena jurbah bekerja secara real-time, maka jurbah tidak hanya menyampaikan informasi yang diutarakan speaker, tapi juga bagaimana nuansa dan emosi yang tergambar dalam tuturan itu. Ini bisa tergambar, setidaknya, dari intonasi dan jeda yang digunakan. 

 

Di sisi lain, penerjemah bekerja mengolah teks dari bahasa sumber ke bahasa target. Dalam proses penerjemahan, cukup banyak aspek yang terlibat. Sebab, penerjemah tidak hanya menerjemahkan kata per kata saja, tetapi juga maksud dari sebuah teks yang diterjemahkan. Christiane Nord (dalam Munday, Introducing Translation Studies [6]), merinci terdapat beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mulai melatih proses penerjemahan. 

a) keterangan atas pentingnya terjemahan yang dilakukan
b) analisis bahasa sumber
c) hambatan penerjemahan

Poin a) melihat teks dari dua sisi, teks bahasa sumber dan bahasa target. Jadi, penerjemah perlu mengetahui motif mengapa sebuah teks perlu diterjemahkan dan mengapa teks bahasa sumber diproduksi saat itu. Tidak hanya itu, analisis juga perlu dilakukan terhadap waktu dan tempat ketika teks bahasa sumber dan terjemahnnya diproduksi. Dalam poin b), penerjemah dapat menganalisis teks sumber; seperti komposisi tulisannya, dialek atau gaya tertentu, elemen non-verbal seperti ilustrasi, dan lainnya. 

Dari penjelasan itu, proses penerjemahan betul-betul erat dengan proses analisis tidak hanya dari sisi internal bahasanya (seperti struktur kalimat dan diksi), tetapi juga dari sisi budaya, waktu, dan konteks dari teks tersebut. Berbeda dengan jurbah yang titik beratnya ada pada suprasegmental, penerjemah berada pada penggunaan/pemilihan kata dan bagaimana hubungan antar-kata dapat mewakili apa yang ingin disampaikan.   

Nah, di bawah ini salah satu contoh penerjemahan dalam novel fiksi. Contoh di bawah diambil dari novel berjudul Norwegian Wood karya Haruki Murakami.


Norwegian Wood - Haruki Murakami (Versi Inggris)
sumber: google books




Norwegian Wood - Haruki Murakami (Versi Indonesia)
sumber: google books


Coba lihat pada paragraf pertama dari penggalan novel tersebut. Penerjemah tidak bekerja kata per kata, tetapi menafsirkan keseluruhan maksud dari paragraf tersebut. Selain itu, konteks budaya dan latar belakang dari bahasa sumber (bahasa Inggris) juga tidak dapat dilepaskan begitu saja. Namun, penerjemah juga harus tetap memperhatikan kesesuaian kebudayaan dari bahasa target (bahasa Indonesia). Hal-hal tersebut perlu dipikirkan secara matang dan tidak dapat didapatkan hanya dari satu kali kerja.

Bagaimana jika juru bahasa?


Nah, dalam cuplikan video [7] tersebut bisa dilihat bagaimana juru bahasa bekerja secara real-time, langsung menafsirkan apa yang disampaikan oleh pembicara. Juru bahasa perlu ketepatan dan juga kecepatan dalam melakukan tugasnya. 


Selanjutnya dalam #NgomonginJBI2...

JBI dan jurbah memiliki fondasi yang sama, tapi perbedaan terletak pada bahasa yang digunakan. Perbedaan bahasa itu kemudian menyebabkan perbedaan cara ketika menjalani tugas, mulai dari posisi, metode yang dilakukan, dan lainnya.

Comments

Popular Posts