#NgomonginJBI Edisi 2: Juru Bahasa Isyarat



Sebelumnya di #NgomonginJBI1...

Penerjemah dan jurbah adalah dua istilah yang berkaitan erat, tetapi memiliki perilaku yang berbeda. Titik berat penerjemah adalah penggunaan dan pemilihan kata; artinya mengolah bagaimana bahasa digunakan untuk mengungkapkan maksud dari teks. Di sisi lain, jurbah tidak hanya memerlukan akurasi pada diksi, tetapi juga perlu menyampaikan suasana dan nuansa ketika acara berlangsung.

Istilah juru bahasa (jurbah) sudah disinggung dalam edisi sebelumnya. Lalu, apa perbedaannya dengan juru bahasa Isyarat atau disingkat JBI? Dalam #NgomonginJBI 2 kali ini pembahasan lebih dalam tentang jurbah dan JBI akan dilakukan.


JURU BAHASA ISYARAT: Perkenalan

Juru bahasa Isyarat (JBI) secara umum memiliki fondasi yang sama dengan juru bahasa (jurbah). Yang membedakan keduanya adalah jurbah menginterpretasikan bahasa lisan, JBI menginterpretasikan bahasa Isyarat. 

Secara sederhana, JBI menginterpretasikan bahasa lisan ke bahasa Isyarat, dan/atau sebaliknya. Pengguna aktif bahasa Isyarat adalah komunitas Tuli. Dengan demikian, JBI merupakan jembatan komunikasi antar-komunitas (komunitas Tuli dan komunitas lainnya). Bahasa Isyarat sendiri memiliki karakteristik yang berbeda dengan bahasa lisan (spoken languages). Bahasa Isyarat (sign language) merupakan bahasa visual-manual [1], yang menggunakan tangan dan aspek lainnya, seperti ekspresi, gestur, bentuk tangan, lokasi tangan, dan perpindahan tangan, untuk menyampaikan satuan bahasanya.  

Jika jurbah bekerja secara real-time menginterpretasikan bahasa lisan satu ke bahasa lisan satunya, JBI memiliki lapisan tambahan, yaitu menginterpretasikan bahasa lisan ke bahasa isyarat atau sebaliknya. Mengapai ada lapisan tambahan? Sebab, bahasa lisan dan bahasa Isyarat memiliki modalitas yang berbeda; bahasa lisan merupakan bahasa auditoris (diproduksi dengan vokal/suara), sedangkan bahasa Isyarat merupakan bahasa visual (diproduksi secara manual melalui tangan, gestur, dan ekspresi). Kenyataan tersebut menyebabkan proses interpretasi yang dilakukan oleh JBI cenderung simultan, artinya JBI bekerja memproduksi tafsiran dari bahasa lisan ke bahasa isyarat (atau sebaliknya) secara sekaligus. Proses tersebut terjadi sekaligus, sekali waktu, tidak terjadi dalam rentetan yang berbeda.  

Dalam simultaneous interpreting, Macnamara dan Conway (2016) [2] menjelaskan bahwa juru bahasa

... must listen and comprehend the source message in one language while concurrently planning the closest equivalents and producing the message in another language with little to no control over the input rate or content of the message.

Artinya, sambil mendengarkan tuturan yang diucapkan pembicara dari bahasa sumber (bahasa lisan), JBI harus dalam waktu bersamaan merencanakan tafsiran-nya dan memproduksi tafsiran-nya dalam bahasa target (bahasa Isyarat) atau sebaliknya. Selain itu, JBI harus siap dengan berbagai kemungkinan terhadap pesan yang akan diproduksi oleh pembicara karena JBI tidak memiliki kontrol mengenai apa yang akan diproduksi oleh pembicara. 


Bagan adalah penyederhanaan dari bagan Colonoos yang diambil dari Ingram (1985)


 JURU BAHASA ISYARAT: Sejarah Singkat

Terdapat istilah CODA (Children of Deaf Adults), artinya anak yang lahir dari orang tua Tuli. Umumnya, CODA memeroleh bahasa Isyarat langsung dari orang tuanya sehingga dapat dikatakan anak tersebut bilingual. Selain itu, keluarga dari individu tuli biasanya juga akan memeroleh bahasa Isyarat karena interaksi dan komunikasi yang dilakukan antar-keduanya (lihat Turner, 2006 [3]). Namun, hal tersebut tidak menjadikan individu-individu terdekat sebagai JBI. 

Kemudian, sekitar tahun 1960-an, keberadaan JBI mulai diperhitungkan bersamaan dengan perkembangan bahasa Isyarat yang juga baru dikenal masyarakat lebih luas. Sekitar tahun 1965, Registry of Interpreters for The Deaf (RID) disahkan. RID adalah badan yang menaungi para JBI di Amerika (lihat Pƶchhacker, 2004); mengurus sertifikasi dan standar bagi JBI. 

Saat ini, hampir setiap negara memiliki asosiasi atau badan yang menaungi JBI. Misalnya, Inggris memiliki ASLI (Association of Sign Language Interpreters) dan Australia memiliki ASLIA (Australian Sign Language Interpreters' Association). Saat ini, juga telah ada World Federation of The Deaf (WFD) yang memperjuangkan pemenuhan hak-hak Tuli dan sebagai jalur advokasi bagi Tuli. Selain itu, asosiasi dunia bagi JBI juga sudah terbentuk: World Association of Sign Language Interpreters (WASLI)

WFD-WASLI telah melakukan akreditasi bagi juru bahasa isyarat internasional. Hal tersebut, menurut saya, bagian dari usaha untuk meningkatkan kualitas JBI dan juga sebagai bentuk pengukuhan bahwa JBI adalah sebuah pekerjaan profesional. Bahwa JBI adalah profesi yang layak, dan bukan hanya didasarkan oleh "rasa kasihan" bagi komunitas Tuli.

Di Indonesia sendiri telah berdiri badan yang menaungi JBI, yaitu Pusat Layanan Juru Bahasa Isyarat (PLJ). Namun, memang belum ada aturan resmi yang menyatakan bahwa JBI merupakan profesi resmi. Artinya, para JBI di sini masih berbasis kerelawanan. Saat ini, perjuangan masih berjalan dan sudah mencapai tahap rancangan SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia).

JBI DAN JURU BAHASA: Berbeda?

Pada dasarnya, JBI dan Jurbah berada dalam satu payung. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, perbedaan terletak pada bahasa yang disampaikan/digunakan. Namun, perbedaan tersebut berakibat pada pelaksanaan praktik JBI itu sendiri.

Perbedaan yang cukup mencolok antara JBI dan jurbah adalah: posisi ketika melaksanakan tugas.

Jurbah dapat berada pada ruangan yang berbeda dengan klien-nya karena interpretasi disampaikan melalui earphone. Posisi jurbah biasanya berada di belakang klien, agar tidak menghalangi pandangan. Sebaliknya, JBI harus berada dalam satu ruangan dengan klien-nya dan klien harus dapat melihat JBI dengan jelas, begitu pula sebaliknya. Dalam International Association of Conference Interpreters (AIIC) posisi JBI diatur jelas. Tidak hanya dalam setting konferensi, tetapi ketika acara diadakan secara daring atau web streaming. Dengan demikian, jika terdapat akses JBI, faktor penerangan (lampu dan sebagainya) menjadi cukup penting (lihat Gallaudet Encyclopedia of Deaf and Deafness, hlm. 96). 

Mengapa JBI perlu berhadap-hadapan dengan klien?

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, bahasa Isyarat merupakan bahasa visual sehingga penyampaian satuan bahasanya melalui tangan. Jika klien tidak dapat melihat jelas tangan dan mimik JBI, maka informasi bisa saja tidak tersampaikan dengan baik. Situasi seperti ini bisa saja (tidak sengaja) terabaikan, misalnya ketika presentasi menggunakan PPT, biasanya lampu akan diredupkan agar fokus ke layar, sehingga penerangan bagi JBI dan klien tidak maksimal.

Masih menyangkut posisi JBI, terkadang dalam suatu acara banyaknya orang yang lalu-lalang juga dapat mengganggu proses interpretasi JBI. Selain hal itu akan mengganggu fokus JBI dan klien Tuli, orang yang lalu-lalang, terutama di antara JBI dan klien Tuli, akan menghalangi pandangan antara keduanya. Situasi ini juga cukup biasa ditemukan, apalagi ketika acara tersebut perlu dokumentasi sehingga para fotografer/videografer berlalu-lalang di depan/di antara JBI dan klien Tuli. 

Foto dokumentasi @lihatdengarblog

Jurbah dan JBI adalah satu profesi yang berada dalam satu payung. Salah satu kesamaan antara Jurbah dan JBI adalah kebutuhan untuk istirahat ketika sedang menjalani tugas. 

Frishberg (dalam Gallaudet Encycolpedia of Deaf and Deafness, 1985 [4]) mengatakan bahwa dalam 1 hari, maksimal jurbah bisa menjalani tugas 3 sampai 4 jam (dengan istirahat). Begitu pula dengan JBI, setiap tugas tidak dapat lebih dari 40 menit tanpa adanya istirahat. Europian Union of The Deaf , menyatakan jika sebuah acara berdurasi lebih dari 1 jam, minimal terdapat 2 JBI yang bertugas. Bahkan, dalam laman tersebut jika terdapat kemungkinan dalam waktu istirahat klien tetap membutuhkan JBI, harus ada JBI tambahan untuk memenuhi hal tersebut.

  • "Interpreters must be given appropriate break times, as they are co-working at all times, supporting their colleague. Therefore, if the participants require interpretation during breaks (e.g. for networking), additional interpreters must be provided to ensure the quality of interpretation."

 

Selanjutnya di #NgomonginJBI 3...

Saat ini kehadiran JBI sudah mulai diperhitungkan. Dalam arti, kesadaran masyarakat sudah mulai meningkat. Namun, masih cukup banyak yang tidak dibicarakan jika menyangkut JBI; dampak fisik dan emosional, decision-making, serta sudut pandang JBI hanya diperuntukkan untuk Tuli. 

Comments

Popular Posts