BE.KAS dan Bekas Luka pada Tubuh: Teater Kalangan di Mebraya Performance


Teater kalangan kembali hadir dengan karya yang membicarakan tubuh. Pembicaraan kali ini berhubungan dengan luka. Dalam deskripsis karyanya, luka tergores di tubuh Bali dan pariwisata memperdalam luka itu. 

Kolase, Kolaborasi, Luka

Yang termasuk dalam pertunjukan teater saat ini semakin buram batasannya; Teater "konvensional" yang dimainkan manusia, teater yang menggabungkan manusia dan gambar, teater yang diwujudkan dengan objek seperti boneka, dan lainnya. Agaknya inovasi masih menjadi pendorong kuat bagi manusia dalam berkesenian. 

BE.KAS merupakan kolaborasi antara lima pihak: Teater Kalangan, Nova Kusuma (senian kolase), Ramdanniansyah (musisi), Projectokular (seniman video), dan Mau Apa (lini mode/baju bekas). Kolaborasi ini semakin menunjukkan bahwa teater bukan satu makna/bentuk saja, melainkan banyak hal.

Pertunjukan kali ini berangkat dari interpretasi karya-karya Nova yang ia produksi selama satu bulan penuh. Karya tersebut tercipta karena masa pandemi yang memaksa hampir harus terus di rumah. Pembicaraan kemudian berkembang menuju luka. Mungkin, seperti seni kolase yang menggabungkan dan mengadaptasi ulang berbagai bahan, bentuk, dan cara menjadi satu karya utuh yang baru, secara tidak langsung menghadirkan luka kepada bentuk awal si bahan yang digunakan untuk membuat kolase. Misalnya, dalam satu karya kolase bahan yang digunakan adalah majalah. Maka, majalah tersebut pun menjadi "terluka" karena lembar-lembarnya digunting, dirobek, sedemikian rupa untuk membentuk karya kolase. Kemudian, "luka" tersebut meninggalkan bekas pada tubuh majalah itu, dan akhirnya cerita serta narasi tubuhnya pun terbentuk. Dari sinilah kemudian pertunjukan BE.KAS berkembang, Dari situlah, kehadiran kolaborator menjadi seperti suatu perwujudan atas kolase itu sendiri; video, teater, dan mode.

 Pertunjukan BE.KAS kali ini diselenggerakan di Mebraya Performance, Sinar Harapan Coffee. Dengan lini pengisi acara yang didominasi oleh band, Teater Kalangan hadir sebagai penyegar di tengah acara.

Pertunjukan dibuka dengan pemutaran video yang seolah-olah menyambut penonton untuk menyaksikan pertunjukan ini. Pada saat itu, suasana seperti belum kondusif karena jadwal acara yang begitu ketat antar-penampil. Penonton masih menyesuaikan diri dengan situasi yang tiba-tiba chill down. 



BE.KAS: Simbol, Teks, dan Ungkapan dalam Pertunjukan

Pertunjukan BE.KAS tidak diikat dengan alur atau penokohan, melainkan laku-laku yang dijalankan oleh aktor. Tidak hanya bagaimana aktor memperlakukan tubuhnya, tetapi juga memperlakukan properti yang digunakan dalam pertunjukan ini. Laku tersebut kemudian menjadi simbol atas pesan yang ingin disampaikan melalui pertunjukan ini. Dialog pun tidak memiliki peran begitu berarti, melainkan monolog dan teks yang diungkapkan para aktor.

Aktor bertelanjang dada sambil mengutarakan teks-teks tentang tubuh. Sayangnya, teks tersebut seperti tenggelam ditelan atmosfer sisa pertunjukan sebelumnya. Mungkin, jika terdapat visualisasi teks secara harfiah pada ideo yang ditembak proyektor ke tembok akan membantu interpretasi teks yang diungkapkan. 

Salah satu laku inti dalam pertunjukan ini adalah ketika aktor bergonta-ganti baju, memakai baju berlapis sambil mengungkap teks. Bisa jadi, laku ini merupakan bentuk ungkapan bahwa kita sebagai manusia akan terus bertemu luka; luka hadir, sembuh, meninggalkan bekas, kemudian luka lainnya hadir, dan begitu seterusnya. Siklus itu terus terjadi hingga kita, si empunya tubuh, tidak lagi menyadari kehadiran luka. 

Properti cukup mencolok yang digunakan para aktor pada satu adegan adalah mengenakan helm. Helm tersebut memiliki fungsi tersendiri sebagai tempat stand telepon genggam (HP). Kemudian, tampilan dari kamera HP tersebut ditembakkan ke proyektor. Tampilan di proyektor seperti memperlihatkan sudut pandang dari para aktor. Sebab, luka pun dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Pada beberapa adegan, terdapat video penunjang yang diputar di tembok, di belakang para aktor. Video tersebut seperti merangsang agar kita yang menonton terus menguji imajinasi. 

Seperti nasi goreng, pertunjukan BE.KAS menghadirkan berbagai bahan tanpa saling berebut tempat. 

Mungkin sudah menjadi ciri khas Teater Kalangan dalam pertunjukannya untuk melibatkan para penonton. Penonton diberi lembaran majalah untuk kemudian dirobek agar menyisakan gambar/visual yang diingkan saja. Robekan ini dijadikan karya kolase yang dibuat langsung di atas panggung oleh Nova.

Pada akhir pertunjukan, apa namanya jika tidak ditutup dengan sebuah kemeriahan berdangdut. Sesaat sebelumnya, aktor sempat menyinggung tentang situasi pandemi yang tentu saja bikin pusing. Maka, agar tidak bertambah pusing, berdangdut menjadi pengalih sementara.



Luka yang Dipandang Kemudian Diungkapkan

Dari pertunjukan ini, ternyata luka bisa dilihat dari sisi lain. Luka terlalu sering dipandang dari sisi negatif; menghadirkan kesedihan, membuat kemarahan. Nyatanya, luka juga merupakan bagian dari tubuh yang tidak terpisahkan.

Mengenai pertunjukan teater, penyematan label memang perlu dilakukan agar kita bisa tahu dengan siapa/apa kita berinteraksi. Di sisi lain, label tersebut juga perlu diburamkan agar ketika ada kesempatan untuk berinteraksi bahakan berkolaborasi di luar bidang yang kita tekuni, pintu tetap terbuka lebar. 

Comments

Popular Posts