Di Baliknya Ujaran, Ada Makna Tersamar

PERTANYAAN? ATAU PERTANYAAN.
Ketika kita melontarkan pertanyaan, sebenarnya respon yang kita harapkan bukanlah sekadar jawaban dari pertanyaan itu. Misalnya, kamu melempar pertanyaan, "Laper nggak, sih?" ke temanmu. Sebenarnya itu kamu ingin mengajak temanmu makan bersama, atau paling tidak berhenti melakukan aktivitas saat itu dan pergi membeli makan. 

Begitu menarik bagaimana kita, sebagai pengguna bahasa, bisa mencerna dan menginterpretasi maksud di balik sebuah ujaran tanpa kesulitan. Tambah menarik lagi ketika saat ini kebanyakan "berujar" tidak secara langsung, melainkan melalui dunia maya, alias internet. 

Nah, tulisan ini mencoba membahas bagaimana kita sebagai pengguna bahasa melewati proses interpretasi sebuah ujaran. 

INTERPRETASI - INFERENSI - REFERENSI
Salah satu bidang linguistik yang membahas tentang bagaimana kita dapat mengerti sebuah ujaran adalah pragmatik. Terdapat dua hal yang dapat kita lihat, referensi dan inferensi.

Referensi sering dikaitkan dengan penggunaan kata tertentu untuk merujuk (refer to) pada sesuatu.

Dalam ujaran "Bukunya di situ, ya," kata buku merujuk pada benda tertentu secara spesifik. Selain itu, di situ juga merupakan referensi lokasi yang menunjukkan letak buku. Hal ini (menggunakan referen tertentu) biasa digunakan ketika penutur (speaker) ingin menyampaikan pesan. Sebuah kata, misalnya buku bisa merujuk pada berbagai hal (tidak hanya bermakna tunggal). Intinya, referensi digunakan sebagai strategi penutur (speaker) agar lawan bicara (listener/interlocutor) dapat dengan mudah mengerti ujarannya (lihat Yule, 2006: 115; Horn dan Gregory, 2006).

Referen ini tidak hanya berupa kata ganti (di situ, dia, itu, dll), tapi juga bisa berupa nama. Nama yang dimaksud di sini bisa berupa nama orang, nama jalan, nama tempat, dan lainnya. Misalnya, temanmu mengatakan, "Pinjam Doraemon-nya, ya," ketika kamu baru saja memasukkan komik Doraemon ke tasmu. Maka, yang temanmu maksud dengan Doraemon di sini adalah komik Doraemon milikmu.




Di sisi lain, ketika kamu mendengar ujaran "Pinjam Doraemon-nya, ya," kamu sebagai lawan bicara melakukan inferensi: mencari korelasi antara ujaran (kata, kalimat, referen) dan maksud maksud yang ada di balik ujaran itu (Yule, 2006: 116). Proses ini memang hampir nggak kerasa, seperti nggak terjadi. Sebab, kita sebagai penutur bahasa dan pengguna bahasa sudah punya kemampuan kognitif itu dalam diri kita. Atau, dengan kata lain, proses inferensi ini juga bergantung pada kemampuan kognitif kita. Setelah melalui inferensi, maka kita akna mencapai interpretasi: situasi ketika kita sudah mengerti apa maksud dari ujaran tersebut untuk kemudian dibalas dengan respon yang sesuai.

Tapi, sebenarnya untuk bisa memahami suatu ujaran, tidak hanya melalui proses kognitif saja (inferensi-interpretasi). Ada juga aspek lain yang dapat menentukan interpretasi kita (bahkan memengaruhi) terhadap suatu ujaran, yaitu konteks.

LINGKUNGAN DI SEKITAR UJARAN
Pembahasan sebelumnya, yang berhubungan dengan penggunaan/pemilihan kata (referensi), sering juga disebut sebagai co-text. Pembahasan kali ini fokus pada lingkungan fisik di mana ujaran tersebut berada, atau disebut konteks.

Ujaran, "Bukunya di situ, ya" ketika diucapkan di dalam kelas dan diucapkan oleh guru, bisa saja berfungs sebagai perintah. Ketika ujaran itu berada di cafe books, bisa saja berfungs sebagai petunjuk. Lingkungan di sekitar ujaran tidak hanya dilihat dari siapa yang berbicara, di mana ujaran itu disebutkan, dan semacamnya, tetapi juga ditentukan oleh pengetahuan kita tentang konteks yang sudah ada ketika ujaran tersebut diucapkan. 

Balik lagi ke ujaran, "Pinjam Doraemon-nya, ya," dan kamu ternyata belum selesai membacanya, maka kamu akan membalas, "Tunggu ya,belum selesai." Ini artinya ujaran tersebut berlaku sebagai permintaan (request). Dalam situasi serupa, misalnya, teman kamu mengucapkan ujaran itu ketika komik Doraemon yang dimaksud sudah berada di tangannya melalui teman lain, yang juga meminjam. Maka, ujaran tersebut berlaku sebagai permintaan izin (permission).


Jadi, ketika kita menginterpretasi sesuatu, kurang-lebih begitulah kira-kira proses yang terjadi. Memang betul, pemilihan dan penggunaan kata serta struktur kalimat (aspek bahasa) yang digunakan dalam sebuah ujaran perlu diperhatikan. Tapi, aspek di luar bahasa itu sendiri juga sangat penting untuk dipertimbangkan. Mulai dari siapa yang berbicara, lokasi, situasi, hingga pada ekspresi dan nada bicara juga perlu menjadi pertimbangan.

Tapi, saat ini ujaran kebanyakan "diucapkan" melalui teks: cuitan di Twitter, caption Instagram, Facebook post, dan lain-lain. Belum lagi, tren instant messenger yang meledak banget. Dengan interaksi dunia maya seperti ini, aspek fisik yang tadinya terpampang jelas menjadi kabur. Sebab, para penutur berada saling berjauhan. 

Bagaimana kita bisa beradaptasi dengan situasi ini?


(Lanjut di tulisan berikutnya...)

Comments

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts