Dari Tahun Galau Hingga "Write Because You Want to Write"




Rencana awalnya, tulisan ini akan menceritakan awal perjalanan blog dari awal terbentuk hingga sekarang. Tapi, setelah beberapa kali mencoba menulis, alurnya nggak terasa terlalu enak. Akhirnya, yang dilakukan selama dua jam hanya mengetik dua paragraf kemudian hapus lagi, mengetik lagi, hapus lagi, mengetik lagi, hapus lagi. Kayak di FTV.

Kemudian, saya putuskan untuk mencari-cari artikel lain agar bisa terinspirasi untuk menulis(ini menjadi salah satu cara yang cukup ampuh belakangan ini). Sampai akhirnya bertemu dengan artikel yang ditulis Karen Bender ini, "If You Have These Traits You Might be A Writer". Dan salah bagian kalimat yang langsung menohok adalah,

"Do I have it in myself to become a writer?"The answer to this question is that you should write because you want to write.

Pertanyaan itu juga yang belakangan ini terus-terusan menghampiri. Sebenarnya, saya sendiri pun sudah mengetahui jawabannya, bahwa saya menulis karena saya ingin menulis dan bukan karena menginginkan timbal balik dari tulisan yang dihasilkan, bukan karena mengharapkan ada penghargaan atau pujian dari orang lain, bukan karena mendambakan kesempurnaan. Tapi entah kenapa, tetap saja pertanyaan-pertanyaan serupa terus datang.

Rasanya ingin kembali merasakan gairah yang gempita ketika baru pertama kali membuat tulisan di blog ini.


"Ga ngerti harus mulai dari mana tapi perkenalan dulu boleh kali yaa."

Kalimat itu menjadi kalimat dalam unggahan pertama di blog ini. Begitu ringan tanpa beban, karena betul-betul hanya ingin berbagi cerita keseharian. Ternyata keputusan 9 tahun lalu untuk membuat blog ini menjadi keputusan, yang bisa dibilang, tepat. Sebab, blog ini menjadi tempat memperkaya diri dan tempat berproses yang penting dalam hidup saya.

Pada awalnya, seperti yang sudah disinggung, melalui blog ini saya hanya ingin berbagi cerita keseharian. Tapi, nyatanya lebih dari itu. Pada tahun 2012 hingga 2014 merupakan fase yang penting dalam perjalanan blog ini karena menjadi masa paling produktif menghasilkan karya-karya prosa dan puisi. Prosa dan puisi adalah salah satu cara saya membagikan cerita keseharian. Bahkan, hingga sekarang pun, saya masih bisa membayangkan dan mendeskripsikan cerita di balik setiap karya prosa dan puisi. 

Tahun 2016 menjadi fase kedua yang penting dalam perjalanan blog ini, dan juga saya sendiri tentunya. Saya menyebutnya dengan tahun galau karena perjalanan dan proses yang sedang dilewati waktu itu. Tulisan-tulisan pada fase ini, secara pribadi, menjadi favorit saya; saya menyadari sepenuhnya apa yang saya tulis dan saya juga membuatnya dengan tekad serta keinginan yang menggebu-gebu. 

Tahun 2016 juga merupakan awal kesadaran saya bahwa blog ini mungkin saja, tidak hanya menjadi wadah bagi cerita-cerita saya, tetapi juga menjadi "senjata" saya untuk bisa menjadi sesuatu, apa pun itu. Di tahun 2016 itu, akhirnya saya putuskan untuk mencoba menulis artikel dengan topik linguistik, salah satu topik yang memang ingin saya tekuni dengan serius. 

Nggak berhenti sampai di situ, saya (akhirnya) memberanikan diri untuk menulis artikel dengan menggunakan bahasa Inggris. Artikel berbahasa Inggris pertama itu juga membahas tentang topik linguistik! Rasanya saya masih ingat bagaimana puas dan senangnya saya waktu itu ketika bisa menyelesaikan artikel itu. Dan hasilnya? Menurut saya, sih, sangat memuaskan! Sebab, itu pertama kalinya tulisan di blog ini mendapat pageviews hingga 100. 😆

Bagi saya, semua fase dalam perjalanan ini merupakan bagian penting, baik bagi blog ini dan juga bagi diri saya sendiri. Tidak ada yang lebih penting dari yang lainnya, sebab jika tidak ada fase di tahun 2012-2014, mungkin fase di 2016 tidak akan sama. Begitu juga sebaliknya.

Setelah melihat semuanya, sekarang saya menjadi bertanya-tanya, mengapa pula harus meragukan diri sendiri? Banyak yang sudah dicapai melalui tulisan yang dibuat di blog ini. Memang sama sekali bukan pencapaian besar. Tapi apakah pencapaian harus selalu besar dan tinggi? 

Pada akhirnya, bukan hasil yang penting, tetapi proses dan perjalanannya. Ya, memang klise dan naif, tapi memang begitu nyatanya. Saya pun menunggu-nunggu perjanalan dan proses seperti apa yang akan dihadapi tahun 2019 ini.  

Label penulis atau blogger atau apapun itu memang perlu dicantumkan, tapi apa artinya jika itu hanya menjadi label yang dibangga-banggakan tanpa adanya karya dan perjalanan yang berarti. 

Tapi, mungkin keren juga jika saya punya sebutan sebagai blogger, ya? Atau narablog saja, deh, biar lebih terasa Indonesia. 😃








Comments

Post a Comment

Popular Posts