Wati, Chelsea, Budi, dan Samuel: Apalah Arti Sebuah Nama

Setiap orang di dunia ini memiliki nama. Setuju?

id.pinterest.com/pin/464363411568561303/
Nama diri merupakan salah satu hal yang cukup penting dalam kehidupan. Setiap bertemu orang baru, hal yang ditanyakan pertama kali adalah, "Namanya siapa?" atau "Nama kamu siapa?" Dan tentu, setiap pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan tegas dan tanpa ragu. Rasanya hampir tidak mungkin apabila ada orang yang bingung saat ditanya namanya siapa.

"Nama saya siapa, ya?"

Nama diri (selanjutnya akan disebut sebagai nama saja) selalu melekat pada diri kita. Selain menjadi identitas diri, yang dicantumkan di berbagai keperluan administrasi seperti KTP, SIM, dan KK, nama juga merupakan sebuah simbol. Rorty (1969) mengatakan bahwa human ways of life are both social and personal, and naming is one of the central aspects through which the two imply each other (Pina-Cabral)

Nama menjadi hal yang sentral pula di berbagai budaya lokal Indonesia. Tidak jarang pemberian nama pun harus melewati upacara tradisi. Dari situ, tercermin bagaimana nama menjadi hal yang penting dalam bagian hidup masyarakat.

Berbagai hal dapat menjadi latar belakang sebuah nama. Entah nilai sejarah lokal, nilai budaya lokal, atau bahkan latar belakang sebuah nama adalah suatu peristiwa tertentu yang terjadi.

Boleh jadi, saat kamu mendengar nama Bambang, kamu bisa mengetahui bahwa ia berasal dari daerah Jawa. Begitu pula saat mendengar nama Euis. Dari nama tersebut tercermin tidak hanya identitas dirinya tetapi juga asal daerahnya. Lebih jauh, bahkan nama dapat mencerminkan kedudukan pemilik nama dalam masyarakat. Nama-nama seperti Ida Bagus dan Anak Agung, di Bali, merupakan penanda bahwa pemilik nama tersebut memiliki kedudukan yang tinggi di masyarakat.

Dari penjelasan tersebut, nama bukanlah sekadar nama, melainkan identitas diri, tidak hanya identitas diri sendiri, tetapi juga identitas daerah asal serta status sosial.

id.pinterest.com

Namun, saat kamu mendengar nama Juliette, kira-kira pemilik nama tersebut berasal dari daerah mana?

Bagaimana dengan nama-nama ini,

Pevita Pearce, Chelsea Islan, Julie Estelle, Velove Vexia, Angel Pieters, Cathy Sharon?

Nama-nama tersebut boleh dikatakan sebagai nama internasional, umum digunakan di berbagai tempat. Secara jelas, nama-nama tersebut mencerminkan terdapat keturunan bule (alias orang asing) pada pemilik nama tersebut. Sebenarnya, nama-nama di Indonesia juga sudah cukup banyak yang tidak lagi mengandung identitas kedaerahan maupun sosial, seperti nama Ahmad, Edi, Dedi, Rizky, Rina, dsb.

Namun (lagi), nama-nama tersebut (Edi, Dedi, dsb) masih memiliki "rasa" Indonesia. Atau paling tidak, kita (atau saya saja mungkin) tidak kesulitan membaca nama-nama tersebut. 

Misalnya seperti nama Pearce di atas. Apakah membacanya sebagai [pirs] atau [pirce] atai [peʔarcə] dan lainnya. Pada sistem bunyi bahasa Indonesia, terdapat kata arca dan pasca yang dibaca [arca] dan [pasca]. Apabila merujuk ke sistem tersebut, nama Pearce seharusnya dibaca sebagai [percə] atau [peʔarcə]. Namun, pada kenyataannya nama tersebut tidak dibaca seperti itu, melainkan (kurang lebih seperti ini) [piɞrs]. 

id.pinterest.com/pin/260857003399232645/

Mungkin, beberapa puluh atau entahlah, nama-nama seperti Dadang, Bambang, Putra, Budi, akan tergantikan posisinya dengan Alexander, Samuel, John. Nama-nama seperti Wati, Ratna, Ayu pun akan tergantikan posisinya dengan Katherine, Jacqueline, Sharon. 

Perihal pemberian nama ini memang tidak dapat diganggu-gugat sebab nama memiliki berbagai alasan dan latar belakangnya sendiri. Selain itu, hal ini bukanlah perkara benar atau salah.

Tulisan ini hanya mencoba menangkap fenomena yang (mungkin) sering dianggap lalu, padahal dari hal kecil seperti ini, kita dapat menangkap suatu gejala dinamika yang menarik.



Indonesia rasa internasional, ya?

Comments

Popular Posts