Nugas Sambil Ngopi, Yuk!

Fenomena prefiks meN- dalam bahasa Indonesia, 

ternyata cukup berkembang pesat. Tanpa disadari, pada percakapan sehari-hari imbuhan tersebut menyisip dalam berbagai kata yang diucapkan. Tulisan mengenai fenomena ini mengawali tahun 2016 setelah sekian lama tidak menulis di blog ini. Ide dalam tulisan ini keluar karena saat ini saya akan menyusun skripsi. Berbagai topik dan masalah dalam bahasa Indonesia kemudian muncul, salah satunya mengenai fenomena ini. 

Dalam tulisan ini, saya mencoba melakukan analisis secara ilmiah, berbekal pengetahuan yang saya dapatkan selama kuliah. Selain itu, tulisan ini bertujuan untuk membagikan pemikiran yang ada di kepala saya. Apabila ada kesalahan atau kekurangan, dapat disampaikan melalui komentar pada post ini.

Dalam kehidupan sehari-hari, saya sering mendengar percakapan seperti ini.

"Nugas bareng, yuk!"
"Yuk, sambil ngopi di situ, ya."

Kedua kata yang dicetak tebal tersebut menunjukkan fenomena yang akan saya jelaskan selanjutnya. Sebelumnya, saya akan mencoba membahas melalui bidang morfologi kemudian dikaitkan dengan bidang semantik. Morfologi, singkatnya, merupakan ilmu yang membahas mengenai pembentukan suatu kata. Sedangkan semantik, bidang ilmu yang membahas mengenai makna dari suatu kata. Selain dibahas melalui kedua bidang tersebut, dapat pula dibahas melalui bidang sintaksis. Namun, dalam tulisan ini saya akan mencoba fokus pada morfologi dan semantik.

Kata ngopi berasal dari kata mengopi. Mengopi sendiri terbentuk dari prefiks me- dan kata kopi, sehingga terbentuk mengopi. Huruf awalan konsonan k jika bertemu prefiks me- mengalami peluluhan dan menimbulkan ng, sehingga terbentuklah mengopi. 

Dalam Kridalaksana, imbuhan me- dapat membentuk kelas kata verba, nomina dan interogativa. Imbuhan me- pada contoh di atas merupakan imbuhan yang membentuk verba atau kata kerja. Kata dasar kopi yang tadinya termasuk dalam kelas kata nomina atau kata benda, setelah dibubuhi prefiks me- berubah menjadi verba intransitif, atau kata kerja yang tidak memerlukan objek. Dari proses pembentukan tersebut, dapat dilihat bahwa mengopi memiliki makna minum kopi. Dapat dikatakan bahwa makna yang ada dalam mengopi merupakan makna leksikal. Makna leksikal merupakan makna yang terdapat dalam leksem. Leksem adalah, singkatnya, bentuk dasar yang merupakan bagian dari bentuk kata. Jadi, makna leksikal adalah makna yang terdapat dalam suatu kata, yang dapat dicari di dalam kamus, merupakan makna kata yang sesungguhnya. 

Selanjutnya, kemunculan ngopi menurut pendapat saya adalah pemendekan dari kata mengopi tersebut. Mungkin ada istilah ilmiah atau analisis ilmiah dari pembentukan ini. Namun, saya belum menemukan pembentukan atau perubahan seperti ini. Pemendekan tersebut dilakukan biasanya dalam ranah percakapan, dalam hal ini ragam informal. Pemendekan ini, menurut saya terjadi karena manusia sebagai penutur bahasa malas atau dengan kata lain penutur memerlukan kata yang relatif pendek untuk diucapkan. Di samping itu, manusia merupakan human beings yang kreatif dan inovatif sehingga manusia menciptakan perubahan tersebut. 

Kata kedua yang dicetak tebal dalam contoh percakapan di atas adalah nugas. Kata nugas berasal dari kata dasar tugas yang termasuk kelas kata nomina. Kemudian, terbentuk kata menugasi yang terbentuk atas kata dasar tugas dan kombinasi afiks me - i. Kata menugasi termasuk kelas kata verba yang memiliki arti memberikan tugas kepada seseorang. Bila dilihat dari proses tersebut dan proses pada kata ngopi, prefiks me- membentuk verba. Kemudian adanya sufiks -i, menambah makna 'kepada seseorang'. 

Menurut saya, pembentukan kata nugas cukup ajaib karena bila dilihat dari proses pembentukan ngopi, hal tersebut terjadi dari kata mengopi yang dipendekkan. Namun, kenyataannya dalam bahasa Indonesia, tidak ada kata menugas, yang ada hanya kata menugasi atau menugaskan. Dari kedua kata tersebut kemudian muncul kata petugas dan penugasan. Menurut dugaan saya, dalam pembentukan kata tersebut, terdapat peloncatan konsep. Karena pada kebanyakan kata kerja, prefiks me- meluluhkan huruf pertama dari kata dasar yang ditempel prefiks tersebut. Misalnya, menulis yang berasal dari kata dasar tulis dan prefiks me-. Huruf t luluh digantikan huruf n, sehingga terbentuk menulis. Konsep tersebut kemudian membuat penutur berpikir penggantian huruf t dengan huruf n akan membuat kata tersebut menjadi verba. 

Dapat disimpulkan dari analisis singkat di atas bahwa penutur cenderung menggunakan kata yang pendek. Pendek di sini mungkin dapat diartikan sebagai kata yang hanya terdiri dari dua suku kata. Fenomena di atas ditemukan di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Mungkin saja fenomena ini tidak terjadi di daerah lainnya. Jakarta sebagai pusat segala aktivitas menerima dan menyalurkan informasi dengan cepat. Mungkin dipengaruhi itu pula masyarakat yang berada di Jakarta cenderung memerlukan hal yang serba cepat, termasuk bahasa. Oleh sebab itu penutur menggunakan kata yang pendek. Di samping itu semua, bahasa merupakan suatu sistem yang dinamis, terus berubah mengikuti perkembangan zaman dan penuturnya. 

Referensi
Kridalaksana, Harimurti. 1989. Pembentukan Kata Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal. Jakarta:Rineka Cipta.

Tjia, Johnny. 2015. "Grammatical Relations and Grammtical Categories in Malay: The Indonesian Prefix meN- Revisited" dalam Wacana: Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya Vol. 16 No. 1. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Comments

Popular Posts