Mie-nya Satu, Bakso-nya Satu: Fenomena Sufiks "-nya" dalam Percakapan Sehari-Hari


Apabila kemarin telah membahas mengenai prefiks meN- yang berubah menjadi N-, kali ini saya mencoba membahas mengenai sufiks -nya yang juga banyak digunakan dalam bahasa percakapan sehari-hari.

1) Pesan mie-nya satu, es teh manis-nya satu.


2) Eh, bukunya ada di mana?



3) Eh, si Dita pindah sekolah ya?

    Iya, katanya, sih gitu.


Contoh-contoh tersebut saya ambil berdasarkan pengalaman saya sendiri sebagai penutur bahasa Indonesia yang ada di Jakarta atau bisa disebut bahasa Indonesia Jakarta (BIJ). Saya, sebagai penutur jati BIJ pun tidak menyadari adanya proses penambahan atau penggunaan sufiks -nya seperti pada contoh di atas.

Sufiks -nya, secara singkat, berfungsi untuk merujuk ke orang ketiga atau bisa juga merujuk ke benda yang sudah disebutkan sebelumnya.

a) Aku bertemu dengan Rina tadi pagi dan aku menyapanya.
b) Kucingku sakit. Aku membawanya ke dokter hewan langganan.

Sufiks -nya, seperti pada contoh a) dan b), tidak hanya merujuk kepada manusia, tetapi juga hewan dan juga benda, Namun, pada contoh 1) -- 3) di atas sufiks -nya seperti tidak memenuhi fungsinya untuk merujuk kepada orang ketiga. Pada contoh 1), hal tersebut terjadi dalam situasi memesan makanan. Biasanya pemesan menyebutkan beberapa makanan dan minuman yang ingin dipesan. Kemudian sufiks -nya tersebut muncul mengikuti nomina-nomina yang disebutkan. Sufiks -nya pada contoh 1) tidak merujuk ke nomina yang disebutkan sebelumnya. 

Menurut Grange, sufiks -nya memang sewajarnya menempel pada nomina. Selanjutnya, peristiwa yang terjadi pada contoh 1) disebut dengan grammaticalization of the possessive determiner atau penanda kepunyaan yang sudah melalui proses gramatikal. Jadi, sufiks -nya yang menempel menjadi penanda sebagai kepemilikan. Sedikit membingungkan, karena saya sebagai penutur jati bahasa Indonesia tidak menggunakan bentuk tersebut secara sadar. Mungkin dapat dijelaskan bahwa sufiks -nya yang menempel pada contoh 1) tersebut untuk menandakan bahwa yang dimaksud adalah mie yang ditunjuk. 

Sama halnya dengan contoh 2) Sufiks -nya yang menempel pada nomina buku seperti menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah buku tersebut. Tentu pada contoh 2) diperlukan konteks untuk mengiringi percakapan tersebut. Pada contoh 3), sufiks -nya merujuk pada kalimat pertanyaan sebelumnya. Oleh sebab itu, sufiks -nya tidak hanya merujuk pada benda atau orang, tetapi juga merujuk pada suatu kalimat atau frasa yang telah dibicarakan sebelumnya. 

Selanjutnya, peristiwa menarik lainnya dari sufiks -nya adalah sufiks ini menempel pada verba. Seperti pada contoh di bawah ini.

4) Alasan ditolaknya banding Hartono memang wajar.*

Kata ditolaknya mengalami nominalisasi. Bila dilihat dari kalimat tersebut, sufiks -nya yang menempel pada verba harus diikuti nomina sehingga membentuk frasa nominal (Frange, 2015:139). Jika tidak dibarengi dengan nomina, maka verba + -nya tidak gramatikal. Bentuk seperti ini yang banyak muncul di bahasa Indonesia khususnya yang berada di Jakarta. Tidak hanya dalam ranah percakapan, bentuk ini juga muncul di berbagai media cetak yang cukup "serius". Hal tersebut menandakan bahwa perubahan fungsi terhadap sufiks -nya mungkin terjadi. Selain fungsi, makna yang dibawa oleh sufiks tersebut juga sangat mungkin bergeser.




*Contoh diambil dari artikel Philippe Grange, "The Indonesian Verbal Suffix "-nya"" (2015).

Daftar Pustaka
Grange, Philippe. 2015. "The Indonesian Verbal Suffix "-nya": Nominalization or Subordination?" dalam Wacana: Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya Vol. 16 No. 1.


Comments

Popular Posts