Feya #2
Gila! Didit kenapa bisa kaya gini?! Anjrit, ini gue mesti gimana?
Darahnya banyak banget, ih mampus. Aaaahhh, please banget dong Tuhan bantuin
gue! Lagian ngapain dia kesini sih?
"Dit, Didit? Dit, lo bisa denger gue ngga?" Duh, gimana
caranya biar sadar dikit dulu? Mana kuat gue ngangkat Didit segede gini.
"Dit? Dit, bisa bangun ngga? Ayo, gue anterin ke rumah sakit.
Dit? Didit??"
Mampus, ngga nyaut, entar kalo anak orang mati di tangan gue
gimana?!! Ah, gila gila gila! Oh iya, telfon Setta aja deh, siapa tau dia lagi
deket sini.
.......
" Halo, Setta? Lo lagi dimana? Ini gue Feya."
"Iya Fey, kenapa? Gue lagi dirumah sih, ada apaan sih? Suara
lo serem banget kaya lagi dikejar setan."
"Serius Ta! Lo buruan kesini. Gue butuh pertolongan lo.
BURUAN. Oke?”
Klik. Langsung aja telfon gue tutup tuh. Udah ngga mikir lagi deh.
Ini orang bener-bener gilak. Bener-bener jackpot!
“Mana tuh si Didit? Pengen gue tusuk nih rasanya pake gear ini.”
“Iya nih mana ya. Tuh orang nyari rebut banget sih elah, kesel aja
gue.”
Lah itu kan si Reo? Jadi yang mukulin Didit mereka? Gila, sampe
Didit pingsan gini? Berapa orang coba yang mukulin? Untung gue deket
semak-semak. Jadi ngga terlalu keliatan dan mereka ngga ngeh. Setta mana sih??!
Bremmmm.....
Nah, itu pasti Setta! Wah, gimana nih caranya? Entar kalau
ketahuan Reo dan yang lain, yang ada Didit dibawa sama mereka.
"Halo, SETTA! Gue dibalik semak-semak deket warung! Please
bantuin gue, ada Reo dan yang lain. Kayanya mereka ngincer Didit deh."
Gue ngomong udah setipis angin yang berhembus kali ya. Bener-bener
pelan banget. Takut ketahuan! Ah, semoga Setta bisa deh kesini dengan aman.
“Ah, gue rasa Didit udah mati Yo! Ngga mungkin kan, tadi dia udah
bontok gitu masih bisa kabur? Cabut ajalah kita yuk.”
“Iya sih bener juga. Yaudahlah cabut! Besok kita kesini lagi buat
mastiin.”
Haaaah, akhirnya Reo pergi juga. Dia masih deket ngga ya? Setta
mana ya?
"Fey? Lo gila ya??!!!"
------------------------------------------------------------------------------------------------
Akhirnya, gue bawa Didit ke rumah sakit deket situ. Untung aja
Setta bawa mobilnya udah jago, jadi cuma sekitar 15 menit, kita udah sampe di
rumah sakit.
Sepanjang perjalanan, ngga ada yang ngomong. Semua focus sama satu
pertanyaan yang sama : sebenernya ini ada apa?
Ngga ada yang tahu sampe si Didit sadar…..
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Thanks God, Didit ngga sampe kenapa-napa. Tapi, parah juga
lukanya. Yah, peduli amat deh ya. Yang penting, Didit ngga mati di tangan gue.
Pas tau Didit udah sadar. Langsung aja gue balik.
Oiya motor gue, untung aja ngga kenapa-kenapa. Tapi sih ada yang
baret dikit. Gue rasa karena si Reo dan kawan-kawan itu sempet dateng kesana
dan sempet ngerusuhin. Tapi untung aman karena temen-temen nya Setta langsung
kesana karena di kabarin sama Setta. Thanks God.
“Ta, makan ngga? Laper nih gue dari semalem itu belom makan.”
“Yuk, eh tapi lo udah tau sebenernya kenapa itu si Didit?”
Geleng kepala, sembari ngejawab, “belom.”
Setta cuma ngelengos dan udah tahu kalau gue udah males banget
sama Didit.
“Yaudah yuk ah cari makan!”
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Saat kita kebawah dan menuju keparkiran, -Setta ke parkiran mobil
dan gue ke parkiran motor- ternyata ada temen-temen nya si Didit. Dan pas
banget itu motor gue deket sama tempat mereka berdiri. Kayaknya mereka baru
dateng deh.
“Misi bos,” gue bilang aja kayak gitu. Abis mereka ngalangin
jalan, udah tau jalan di parkiran motor, sempit.
Untung aja gue ngga di apa-apain. Jadi langsung cabut aja gue ke
tempat makan yang tadi udah janjian sama Setta.
----------------------------------------------------------------------------------------------------
Abis gue makan sama Setta, gue pisah sama Setta, dia kemana, gue
kemana. Dan ternyata…………
Kok ada anak-anak itu? Ngapain tuh mereka nungguin di pintu
keluar? Ah, bodo amat ah.
BREEEEMM!
“WOY! Tunggu woy! Gue masih ada urusan sama lo!”
Lah si Reo?! Kok ada dia? Berhenti aja deh gue, daripada kenapa-kenapa.
Gue buka helm dan langsung disamperin sama Reo.
“Lo kemana semalem? Lo kan yang nyuruh si Didit ke tempat
tongkrongan kita? Darimana Didit bisa tau kalo bukan dari lo yakan?!!”
“Lah? Gue aja kaget Didit bisa bonyok gitu. Gimana ceritanya gue
yang ngasih tau Didit. Gue aja ngga tau kenapa ini sebenernya. Lo gausah asal
nge-jeplak deh.”
“Alah! Sepik lo udah ketauan Fey! Sebenernya, dari dulu lo udah ngadu
domba kita kan?!”
“Loh? Kok lo jadi kayak gini sih Yo?! Gue kira lo selama ini tau
gue yang sebenernya. Ternyata malah kayak gini! Tai lo!”
Langsung aja gue pake helm dan cabut. Untung Reo ngga nyegat lagi.
Gue bingung, kok Reo kayak gini? Berarti bener Reo yang mukulin Didit. Iya gue
tau, mereka emang musuh bebuyutan. Sering ribut ampe bonyok, tapi gue ngga nyangka
Reo kok bisa bilang kayak gitu sih? Siapa yang udah ngeracunin dia?
Comments
Post a Comment