Prosai: Tangga Melingkar dan Nelangsa Dikubur Dalam-Dalam

Tangga melingkar genting

tergelincir, membentur keterasingan

tergores kelas kemapanan

dan kedarahbiruan


Darah pekat mengalir dalam tubuh. Mata cokelat tua dan rambut hitam ikal-bergelombang tergerai megah. Warna kulitnya sulit digambarkan. Kebanyakan orang bilang, sawo matang. Sesungguhnya seperti apa buah sawo itu? Jarang ditemukan, apalagi menjadi santapan. Terlalu sibuk dikejar-kejar tuntutan, baik dari dalam diri maupun harga diri. Tentu bukan hal yang mulia, karena mendahulukan urusan diri sendiri. Tutur dan lagai dinilai sejak dini, menggambarkan adab ketimuran yang dijunjung tinggi. 

Oh, oh, jangan dulu kabur, pura-pura tidak mujur. Dewata mencatat semua lakon, baik yang sudah terjadi maupun yang akan dinanti. Beri hujan waktu hingga subuh merdu berkumandang, memanggil semua insan yang patah hati. Meminta ampun dosa-dosa dalam diri. Cukup sampai di sini, bunyi-bunyi nelangsa dikubur dalam-dalam bersama sunyi kerinduan. 

catatan tentang tulisan:

Tulisan ini sudah pernah ditampilkan di instagram @lihatdengarblog, tetapi belum masuk ke akun blog ini. Kala itu, perasaan tidak berbahagia sedang kencang-kencangnya, padahal segala keistimewaan sudah dalam genggaman: stabilitas, tempat tinggal yang nyaman, kesempatan memperluas jaringan, baik karir maupun pertemanan. Apalagi yang dicari? Itulah yang berusaha digambarkan dalam prosai (prosa-esai ;D) ini. Tapi, pada akhirnya, kebahagiaan diri sendiri menjadi prioritas, dan karena itu mungkin saja terlihat ‘egois’. Lagipula, kita semua akan kembali pada kematian, ‘kan? 

Comments

Popular Posts