La, Ha, Hi, Men Brayut
Rindu ditelan kelam
dipaksa bercengkerama
Lalu, desau tangisnya
berbaur dalam tawa
Menampilkan serangkaian jerit, telentang
Diam hanyut dalam sungai, lanjut
menuju sumpah serapah dari Men Brayut
Berlagak pilon setiap ditanya, "Kapan?"
Kapan, kapan, kapan, kapan, kapannya kapan?
La, la, la, la, lalu tertawa
Ha, ha, ha, ha, ha, ha
La, la, la, la, lalu tertawa
Carangan dari kaja
dan laut selatan
Hidup tak selalu bergantung
pada tunang
La, la, la, la, lalu tertawa
Ha, ha, ha, ha, ha, ha
La, la, la, la, lalu di lahad
Lengking kegelian bergema
Hi, hi, hi, hi, hi, hi
catatan:
Tulisan ini mengambil beberapa referensi dari budaya Bali, terlihat dari istilah kaja dan tunang, juga kisah Men Brayut yang disebutkan pada bait ke-3. Men Brayut adalah cerita rakyat masyarakat Bali mengenai Men dan Pan Brayut yang dipercaya memiliki 18 anak. Kabar angin mengatakan, kisah ini sempat digunakan masyarakat lokal sebagai tuntunan untuk memiliki keturunan. Selanjutnya, secara sederhana, kaja adalah arah mata angin yang merujuk ke arah pegunungan; dianggap sebagai energi baik/positif. Kemudian, pada baris selanjutnya, disandingkan dengan laut selatan yang bisa dibilang "lawan" dari istilah kaja. Terakhir, istilah tunang memiliki arti pacar/pasangan.
Comments
Post a Comment