Kursus dan Sekolah: Bagaimana Biola dan Linguistik Memberikan Dua Rasa Berbeda yang Tidak Dapat Saling Menggantikan




This will may be a very mediocre-mainstream writing talking about the life stuff.

\\

Sejak dulu, nggak pernah ada pertanyaan, "Mengapa harus sekolah? Mengapa harus masuk SMA? Mengapa perlu kuliah?" dan seterusnya. Pertanyaan itu nggak pernah menghampiri mungkin karena sudah terlalu menyatu menjadi kebiasaan dan keharusan menurut "aturan sosial" yang dijalani. Tapi, baru belakangan ini tersadar; pendidikan itu optional, not mandatory.

Setelah lulus SMA, seperti yang dilakukan semua teman-teman sekitar, saya mendaftar ke universitas dengan cara mengikuti tes masuk universitas yang diselenggarakan oleh pemerintah. Dan, I got in! Setelah berhasil diterima di universitas, sama sekali tidak pernah terpikirkan pertanyaan seperti, Setelah lulus, profesi apa yang akan dijalani, bahkan sedikit sekali pikiran tentang materi apa yang akan dipelajari ketika kuliah. Bisa dibilang, keputusan yang diambil pada waktu itu tidak memiliki pertimbangan apa-apa, tidak memiliki alasan yang jelas. 

Ya memang harus dijalani seperti ini, hanya itu pikiran yang melintas waktu itu.

Saat semester akhir menyambut, barulah banyak pikiran-pikiran yang menyela. Belum lagi pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan yang menghadang di depan mata. Tahun itu, tahun ketika saya lulus, menjadi tahun yang galau bagi saya.

Nggak hanya galau tentang hal semacam "akan melangkah ke mana selanjutnya", tetapi juga galau karena saya baru sadar; pengalaman-pengalaman besar yang didapatkan sebagian besar didapatkan dari keahlian yang saya ikuti dari kursus, bukan dari bidang pendidikan yang ditekuni.

Ya, pengalaman besar.

Pertama kali saya mendapatkan gaji bulanan adalah dari mengajar piano (dan biola) di suatu tempat kursus musik. Bahkan, "pekerjaan" inilah yang bisa menunjang "keinginan membeli makanan enak" saya selama kurang-lebih 3 tahun. 

Nggak hanya itu saja. Kebetulan, kampus saya memiliki kelompok orkestra dan saya menjadi salah satu anggotanya. Dari sini juga pengalaman besar saya dapatkan; konser dengan format orkes lengkap, nge-job di acara penting, bahkan gara-gara kelompok orkes ini saya bisa ke luar negeri.

I feel kinda awesome.






Sebaliknya, pada saat itu saya tidak memiliki pengalaman apa pun dalam bidang yang saya tekuni di kuliah (alias tulis-menulis atau bidang sejenisnya karena jurusan kuliah saya adalah Sastra Indonesia). Belum pernah menang lomba menulis atau sejenisnya; belum pernah berangkat ke luar negeri karena presentasi tulisan, bahkan tulisan saya belum pernah dipublikasi di media mana pun.

Intinya, saya nggak punya pengalaman apapun yang berkaitan dengan jurusan yang saya ambil di jalur pendidikan formal.

Melihat kenyataan seperti itu, sempat terlintas di pikiran saya, Jika seperti ini, sekolah (pendidikan formal) bukan menjadi hal yang berpengaruh besar dalam hidup saya. Lantas untuk apa capek-capek sekolah?

\\

Tapi dengan kenyataan itu, bukan berarti saya menyesali atau merutuki jurusan kuliah yang saya ambil. Justru I feel some connection dengan pilihan jurusan ini karena sebenarnya saya memang senang menulis. 

Mungkin, kira-kira sejak SMA saya sudah mulai menulis. Tetapi, kegiatan menulis ini tidak menjadi prioritas utama karena saya merasa menulis hanya menjadi kegiatan untuk mengeskpresikan perasaan dan pikiran yang saya rasakan. Bisa dibilang, saya suka menulis karena saya juga senang membaca. Kegiatan membaca novel menjadi salah satu kegiatan yang selalu lekat; mulai dari baca Dealova hingga Komik Doraemon. 

Hal ini juga yang membawa saya menyukai bidang linguistik; satu bidang yang baru banget bagi saya. Dalam bidang inilah saya merasakan kepuasaan yang berbeda dari apa yang saya rasakan ketika membaca novel/membuat puisi/bermain biola.

Dengan kenyataan bahwa bermain biola (keahlian yang saya dapatkan dari kursus) dan menulis (bidang yang saya tekuni pada jurusan kuliah) merupakan dua hal yang saya senangi, tidak  juga dapat menghilangkan galau pada masa itu.

Malah ini menambah rasa galau pada waktu itu.

\\

Bagaimana tidak?

Di satu sisi, saya ingin memiliki profesi yang berhubungan dengan jurusan kuliah saya. Tapi, seperti yang sudah saya bilang tadi, saya tidak memiliki pengalaman di bidang tersebut. Iya, memang saya suka menulis dan membaca, tetapi apakah suka menulis dan suka membaca cukup untuk bisa terjun dalam bidang itu secara profesional?

Di sisi lain, saya berpikir, Oh mungkin ada kans bagi saya untuk menjadi pemain biola secara profesional; entah mengajar atau yang lainnya. Bahkan, saya ingat waktu itu pernah ada yang bertanya ke saya, kenapa tidak kuliah jurusan musik? Hal ini sempat terngiang di dalam pikiran saya. Tapi,  semua sudah terjadi dan saya sadar banget kemampuan saya belum cukup untuk bisa mencapai level profesional.

\\

Sudah saya katakan tadi jika pikiran-pikiran semacam, Mengapa harus kuliah? Mengapa ambil jurusan ini atau itu? baru menghampiri pada masa-masa akhir kuliah. Maka, nggak heran tahun galau yang dialami juga cukup lama. Kurang-lebih, setelah setahun lulus kuliah, akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.

Keputusan ini diambil dengan kesadaran penuh, bahwa bidang yang saya tekuni ini bukanlah bidang yang "populer" dan mudah untuk ditembus. Dengan demikian, saya sadar harus benar-benar serius dan fokus dalam bidang ini --yang linear dengan jurusan sebelumnya--. 

Dengan begini, apa berarti saya say goodbye to violin?

Of course not.

Seperti yang saya katakan tadi, masing-masing bidang yang saya tekuni ini memiliki rasa kepuasaan masing-masing sehingga kegiatan bermain biola nggak bisa digantikan dengan kegiatan lainnya. The feelings when I play violin has never changed. 

\\


Dari cerita panjang di atas, menurut saya sih, nggak ada yang lebih penting dari yang lain. Keduanya, sekolah (pendidikan formal) dan kursus (informal), sama-sama penting karena bisa menunjang kehidupan ke depannya.

That being said, ada beberapa hal yang ingin di-highlight. Mungkin bisa menjadi pertimbangan ketika ingin mengambil keputusan (yang berkaitan dengan pendidikan dan kursus).

Satu hal yang pasti dan kudu banget adalah lakukan sesuatu karena memang benar-benar ingin melakukannya, jangan hanya karena ikut-ikutan teman atau hanya, "'kan memang biasanya seperti itu." 

Tadinya, pada poin pertama itu saya ingin menulis, "setidak-tidaknya perlu tahu ke arah mana yang akan dituju di masa depan." Tapi, nyatanya ketika dulu saya minta les biola ke Ibu, jangankan memikirkan arah mana yang akan dituju di masa depan, bahkan saya pun nggak punya alasan yang jelas kenapa memilih biola.





Bisa dibilang, jika melakukan sesuatu yang benar-benar ingin kita lakukan, maka kita akan melakukannya dengan senang hati. So, do what you really wanna do. Siapa tahu, apabila melakukannya dengan senang hatiakan ada kesempatan menyenangkan yang menghampiri.

Walaupun setiap keputusan perlu didasari dengan keinginan yang datang dari dalam diri, tapi tetap coba ambil keputusan dengan bijaksana dan dengan kesadaran penuh. Ya, maksudnya, jangan karena abis nonton drama Korea, kemudian jadi kepinginan belajar bahasa Korea. Begitu sudah daftar kursus bahasa Korea, ternyata keinginan itu hanya sekadar angin lalu. Selain itu, entah ingin mengambil kursus atau memilih jurusan kuliah, coba cari yang sesuai dengan tingkat kemampuan kita.




Hal ini juga termasuk mengetahui konsekuensi dari keputusan yang diambil. Apalagi, ketika memutuskan untuk mengambil kursus yang membutuhkan waktu cukup panjang. Jika memang masih ragu dengan keputusan akan mengambil kursus tertentu atau tidak, coba cari kursus yang menawarkan fasilitas "coba gratis" alias free trial. Salah satunya seperti DUMET School. Dengan fasilitas seperti ini, tentu pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan lebih yakin lagi.

Terakhir, apabila memang ingin mengambil kursus, coba deh ambil kursus dari bidang yang berbeda dengan bidang yang ditekuni secara profesional. Misalnya, seperti ini: kuliah jurusan sastra, tetapi mengambil kursus biola. Dengan kursus di bidang yang berbeda seperti ini, selain  (tentu saja) menambah skill dan pengetahuan, juga bisa mendapatkan hal-hal lain seperti, memperluas jaringan, menambah teman (ini beneran), menambah pengetahuan, daaan lain-lain.  

And this is gonna be my very last suggestion: If you want to change direction, go for it! 


There's nobody else knows yourself better than yourselfTapi, ya seperti yang sudah dibilang sebelumnya, keputusan ini harus diambil dengan kesadaran penuh dan pertimbangan yang matang. 


You do you. You made the decision, not others. 



Comments

Popular Posts