Atlet Bulu Tangkis Cantik: Perempuan dan Penampilannya



Pertandingan olahraga memang menjadi tontonan yang menarik. Tidak hanya pertandingannya yang menarik, namun komentar yang diberikan komentator olahraga pun menambah menarik pertandingan olahraga. Nah, salah satu olahraga yang cukup populer di Indonesia adalah bulu tangkis.

Salah satu pesta olahraga yang baru saja selesai adalah Asian Games 2018! Pesta olahraga ini memang sedikit spesial karena diadakan di Indonesia, yaitu Jakarta dan Palembang. Bukan saja prestasi para atlet Indonesia yang tidak bisa dilupakan, tetapi komentar ketika pertandingan berlangsung pun sulit untuk dilupakan.

Untuk yang sudah sering menonton pertandingan olahraga, tentu kalian sudah tahu bahwa terdapat komentator yang menyertai jalannya pertandingan. Biasanya, terdapat 2 komentator ahli (dalam bahasa Inggris biasa disebut color commentator) dan satu orang seperti pemandu acara (main host). Nah, menurut Ferguson (1983), komentar olahraga atau yang biasa disebut sporcasting adalah “the oral reporting of an ongoing activity, combined with provision of background information and interpretation.” (dalam Balzer-Siber, 2015: 12)

Salah satu komentar yang menarik perhatian saya, sehingga saya memutuskan untuk menjadikannya tulisan ini, adalah komentar yang terjadi ketika pertandingan antara Tim Beregu Putri Bulu Tangkis Indonesia dan Jepang. 

Langsung menuju data yang digunakan dalam tulisan ini, ya.

Data tersebut saya ambil dari pertandingan antara Gregoria Marizka dan Akane Yamaguchi melalui vidio.com.

Ketika melakukan percakapan, biasanya kedua peserta percakapan memiliki pengetahuan atau informasi yang sudah diketahui bersama. Ini istilahnya shared knowledge atau shared information. Kasih contoh dulu, ya, biar ada gambaran. Misalnya seperti ini, nih.

A: di mana, sih?
B: itu, di atas meja.
A: oh, oke.

Sudah dapat gambaran?

Kedua peserta dalam percakapan itu (A dan B) dapat mengerti apa maksud dari masing-masing tuturan. Adanya shared knowledge-lah yang membuat percakapan dapat berhasil (maksudnya, kedua peserta mengerti apa yang dimaksud dalam percakapn itu). Dalam contoh itu, misalnya, A dan B membicarakan tentang buku. A langsung menggunakan kalimat “di mana, sih?” dan bukan “di mana, sih, bukunya?” sebab A tahu bahwa B sudah mengerti apa yang dimaksudnya. Nah, ini dia yang namanya shared knowledge.

Perihal shared knowledge ini menurut saya penting untuk dijelaskan terlebih dulu karena untuk membahas percakapan, ya, memang itu salah satu aspek yang paling utama. Sekarang, mulai masuk ke pembahasan data (a), ya.

Dalam percakapan (a) ada dua peserta percakapan, yaitu J dan B. Pada menit ke-29, terdapat situasi (a0), yaitu mata kamera menyorot ke arah bangku penonton. Kebetulan yang disorot ini adalah para pemain-pemain Jepang lain yang sedang menunggu giliran bertanding. Selain lagi menunggu giliran bertanding, mereka juga memberikan semangat ke Akane yang sedang bertanding saat itu.

Data-data itu; 1) pemain Jepang lain, 2) sedang memberikan semangat/dukungan, sebenarnya sudah terlihat jelas ketika mata kamera menyorot scene (a0). Namun, penutur J kembali memenyajikan data-data tersebut yang diwujudkan dalam tuturan (a1).

J: … dan kita lihat dukungan dari para pemain lain dari kontingen Jepang,  cantik-cantik ya

Saya bagi menjadi tiga bagian tuturan (a1) biar lebih jelas kalau data-data itu memang ada dalam tuturan (a1).

(a1-1) kita lihat dukungan dari pemain lain
(a1-2) mereka merupakan pemain dari kontingen Jepang
(a1-3) mereka cantik-cantik

Dalam (a1-1) secara jelas menyebutkan dukungan, ya yang dimaksud itu adalah dukungan dari pemain lain untuk pemain yang sedang bertanding saat itu (Akane). Nah, pemain lain ini juga sebagai penanda. Penanda bahwa yang dimaksud si penutur (J) itu bukan pemain yang sedang bertanding, tetapi pemain yang sedang duduk di bangku penonton (pemain lain). Nah, informasi ini kemudian diperjelas lagi dalam (a1-2), yaitu menjelaskan siapakah si para pemain lain itu: mereka merupakan pemain dari kontingen Jepang. Penjelasannya terus berlanjut sampai ke (a1-3), yaitu mereka cantik-cantik. Tentu kata mereka di (a1-3) merujuk ke mereka di (a1-2) yang juga merujuk ke pemain lain di (a1-1).



Lebih lanjut, Nunan (1993) mengatakan “background knowledge might help us interpret discourse on a functional level” (1993: 73). Dengan kata lain, shared knowledge bukan sekadar sebagai informasi/pengetahuan yang diketahui bersama, tetapi bisa digunakan juga untuk “mengupas” fungsi di balik tuturan itu.

Nah, dari pengetahuan bersama yang sudah kita miliki, kira-kira fungsi dari tuturan (a1) itu apa, ya?
Menurut Yule, terdapat beberapa fungsi tuturan (speech acts), salah satunya adalah tuturan direktif seperti pada (a1). Yule (1996) mengatakan bahwa penutur menggunakan tuturan ini untuk membuat orang lain melakukan sesuatu (1996: 54). Hal ini bisa berupa perintah, permintaan, saran, dan lain-lain.

Kenapa menurut saya tuturan (a1) termasuk direktif?

Sebab, tuturan ini sama halnya seperti, “Lihat! Ada badut lucu di sana,” sehingga penutur membuat lawan bicaranya melihat ke arah yang ditunjuk dan secara tidak langsung direct the listener to do what she says. Ya, ini juga yang terjadi di tuturan (a1).

Bila dilihat dari jenis tuturan itu, berarti secara nggak langsung tuturan ini nyuruh kita segera lihat ke layar kaca karena ada atlet Jepang yang cantik! Terus, kalau nggak cantik, kita nggak usah lihat, gitu?

Sepertinya saya sudah sebutkan sebelumnya bahwa pada setiap tuturan yang diucapkan tentu ada dampak yang diharapkan. Tentu tuturan (a1) memiliki dampak tertentu yang diharapkan si penutur. Biasanya, dampak yang diharapkan adalah adanya respon dari peserta percakapan lain. Harapan ini tercapai karena adanya respon (a2) dan (a4) dari penutur B.

Respon dari B sesuai dengan konteks pembicaraan. Ya, istilahnya, mereka berdua nyambung obrolannya. Dalam (a2) penutur B memberikan deskripsi dan informasi terhadap salah satu pemain yang ada dalam scene (a0), yaitu Nozomi Okuhara. Tuturan ini (menurut saya, sih) memiliki intention yang eksplisit. Secara jelas tuturan tersebut memberikan informasi dan deskripsi terhadai (a0). Bisa dibilang tuturan (a2) itu termasuk dalam jenis deklaratif.

Ya, pokoknya, percakapan (a) itu percakapan yang berhasil karena kedua penutur saling mengerti dan memberikan respon yang sesuai.

Namun, apakah suatu percakapan hanya dilihat dari berhasil dan tidak berhasil? Apakah dampak yang diharapkan dari tuturan hanya berhenti sampai respon dari lawan bicara?


Yup, tuturan yang disampaikan, terutama pada televisi nasional itu memiliki dampak besar dan luas, lho. Lebih lanjut lagi, Billings (2001) mengatakan bahwa "The audience’s understandings about their own and others’ gender, ethnicity, and nationality can be altered through television’s manipulations, especially when similar practices are repeated over long periods of time," (Ibid). 



Apabila situasi ini menjadi hal lumrah..... Ya, mungkin nanti akan lebih banyak komentar seperti, "Cantik sekali, ya, ia mengenakan terusan berwarna pink," ketika perempuan atlet naik podium. Hal ini mungkin banget terjadi. Sebab, para komentator masih melanggengkan kebiasaan melihat perempuan (bahkan perempuan atlet, yang jelas-jelas bukan model!) dari penampilannya dan bukan dari kemampuannya.

Oiya, sebagai gambaran lebih luas, saya tampilkan beberapa temuan yang saya ambil dari Language, Gender, and Sport: Insights from the Cambridge English Corpus, tentang perempuan dalam dunia olahraga.



Data ini dipublikasi pada tahun 2016, lho. Terbayang, kan, jika situasi ini terus-terusan terjadi?

Tulisan ini berbicara dari sisi linguistik, ya. Memang, sih, pada beberapa bagian (terutama bagian agak akhir) sudah nggak lagi membicarakan linguistik, sebab memang sudah nggak bisa lagi dibahas dari sisi ini. Terutama jika membicarakan the intetion of the speaker dalam suatu tuturan.

Oiya, selain itu saya bukan ahli bahasa profesional, ya. Pendapat-pendapat kelinguistikan yang ada dalam tulisan ini bukan berarti 100% benar. Ini hanya hasil mikir-mikir saya, aja. Sekaligus latihan untuk menerapkan pengetahuan linguistik yang saya punya.

Jadi, kamu sudah cantik belum?





Referensi

Balzer-Siber, Marco. 2015. "Functional and Stylistic Features of Sports Announcer Talk: A Discourse Analysis of the Register of Major League Soccer Television Broadcasts". Electronic Theses and Dissertations.Paper 2515. http://dc.etsu.edu/etd/2515.

Billings, Andrew C. dan Susan Tyler Eastman. 2001. “Selective Representation of Gender, Ethnicity, and Nationality in American Television Coverage of the 2000 Summer Olympics”. Makalah.

Language, Gender, and Sports: Insights from the Cambridge English Corpus. 2016. Cambridge University Press.

Nunan, David. 1993. Introducing Discourse Analysis. England: Penguin English.

Yule, George. 1996. Pragmatics. Oxford: Oxford University Press.

Comments

Popular Posts