Pengangguran Atau Sudah Bekerja, Bukan itu Masalahnya

"Sudah kerja di mana?"
"Sudah kerja belum?"
"Sekarang kerja di mana?"

Beberapa pertanyaan tersebut lumayan sering terdengar, sebenarnya tidak hanya beberapa waktu belakangan ini saja, tetapi sudah dari lama.  

Entah kenapa jika mendengar kata pertanyaan tersebut, atau lebih spesifik lagi kata 'kerja' atau 'pekerjaan', asosiasi pertama yang muncul (di dalam pikiran) adalah 'seberapa besar gajinya' dan 'di perusahaan apa kamu bekerja'. Hal-hal yang seharusnya tidak dikaitkan dengan reputasi perusahaan dan nominal gaji yang diterima, justru menjadi indikator utama saat menanyakan perihal pekerjaan.

Kemudian, timbul respon dalam diri saat pertanyaan tersebut muncul, yaitu 'apa bedanya, sih, orang yang sudah bekerja (dalam arti yang sebenarnya) dan belum bekerja (alias pengangguran)? Tentu perbedaan ada pada pendapatan yang didapatkan. Sejatinya, seseorang yang sudah bekerja tentu memiliki pendapatan dengan nominal tertentu. Sedangkan, jelas, pengangguran tidak memiliki pendapatan. 

Lalu, apakah hal tersebut menjadi suatu masalah di dalam lingkaran pertemanan atau lingkar hubungan sosial lainnya? Rasanya, sih, tidak ya. Tentu respek tertinggi harus diberikan kepada orang-orang yang sudah bekerja; karena pasti mereka melakukan perjuangan tertentu yang membuat mereka mendapatkan posisi seperti yang mereka dapatkan sekarang. Hanya saja, apakah pekerjaan itu hampir selalu berkaitan dengan nominal pendapatan dan...

dengan prestige?

Hal ini memang sekaligus suatu dilema. Kinerja yang kita berikan memang sudah seharusnya diapresiasi dengan layak. Namun, tujuan dari pekerjaan juga tidak selalu tentang uang, kan? 

Berdasarkan kegelisahan ini, pencarian antara perbedaan pengganguran (unemploymentdan bukan pengangguran alias sudah bekerja (employment) pun dilakukan. Menurut Labour Force Survey (LFS) yang dikutip dalam economicsonline.co.uk, seseorang yang sudah bekerja adalah sebagai berikut.

"Employed person as anyone aged 16, or over, who has completed at least one hour of work in the period being measured, or are temporarily away from his or her job, such as being on holiday."


Sementara itu, dapat dikatakan sebagai pengangguran jika 

"1. Out of work, want a job, have actively sought work in the last four weeks and are available to start work in the next two weeks.
2. Out of work, have found a job and are waiting to start it in the next two weeks."

(International Labour Organization dalam economicsonline.co.uk)


Sebenarnya, dua definisi di atas pun rasanya tidak membatasi mana yang disebut pengangguran dan yang bukan. Hal apa yang membatasi 'one hour of work'? Bagaimana, misalnya, jika pekerjaan dilakukan total selama satu jam, namun tidak dilakukan secara terus-menerus? Misalnya, kerja dari jam 13:00 smpai 13:15, kemudian berhenti sejenak untuk makan atau bahkan nonton TV dan melakukan hal yang lain. Lalu, pekerjaan tersebut dilanjutkan kembali dari 14:00 hingga 14:15, dan seterusnya. Apakah hal tersebut termasuk dalam 'one hour of work'? Lalu, apakah hal yang mendasari suatu periode tersebut terukur atau tidak (...in the period being measured ...)?

Selanjutnya, dapat dikatakan pengangguran jika sedang mencari pekerjaan dan aktif mencari pekerjaan pada empat minggu terakhir. Definisi ini kemudian memberikan gambaran bahwa, pengangguran pun tetap dikaitkan dengan kehausan mendapatkan pekerjaan. Hal ini seperti penegasan bahwa dunia memang melulu tentang uang dan pekerjaan. 

Tentu banyak jenis, tipe, klasifikasi pengangguran. Namun, tentu saja pengangguran yang dimaksud di sini adalah pengangguran dalam makna leksikal yang sebenar-benarnya (literal meaning), ya.

Sebenarnya, employment dan unemployment memiliki makna yang lebih luas daripada sekadar punya pekerjaan atau tidak. Sejatinya, seseorang yang bekerja pada pihak tertentu atau dengan kata lain memiliki perjanjian (kontrak) tertentu dengan pihak kedua, membantu perkembangan perekonomian dan menjaganya agar tetap (setidaknya) stabil. Tentu, pengangguran tidak akan memberikan kontribusi apa-apa terhadap perekonomian negara (atau kota, gue kurang paham) secara langsung.

Rasanya frasa 'secara langusng' perlu digarisbawahi karena bagaimana jika, misalnya, salah satu pengangguran ini memproduksi beberapa karya. Ya, coba ambil contoh, puisi. Puisinya (yang merupakan hasil karyanya sendiri, pengangguran) ternyata menang festival puisi di luar negeri. Tentu pengangguran ini mewakili nama Indonesia secara tidak langsung bukan? Dan bukankah hal tersebut juga sedikit banyak membantu Indonesia untuk menempatkan diri di dunia internasional? 

Yang menjadi poin pemikiran tulisan ini adalah, apakah pengangguran yang produktif juga akan dihujat karena tidak berkontribusi terhadap perkembangan perekonomian karena pengangguran tidak memiliki kontrak tertentu dengan pihak kedua? Apakah pengangguran selalu berasosiasi dengan orang yang tidak melakukan apapun sama sekali (doing nothing) dan hanya menjadi sampah masyarakat karena tidak memiliki keahlian apapun?

Apakah seseorang yang employed sudah pasti memiliki keahlian tertentu dan tidak merupakan sampah masyarakat karena dapat berkontribusi secara langsung terhadap perekonomian negara?

Di sisi lain, (I would say) semua negara berusaha untuk menekan angka pengangguran. Berbagai penelitian dilakukan untuk menekan angka ini. Penelitian-penelitian tersebut mengungkap banyak faktor di balik tingginya angka pengangguran. Salah satu fakta dari penelitian yang dilakukan tahun 1997 adalah, ternyata, pengangguran sangat lekat hubungannya dengan ketidakbahagiaan dan gangguan mental.

Data dalam penelitian tersebut mengatakan, dalam beberapa faktor; seperti umur, durasi menganggur, dan sebagainya, bahwa pengangguran hampir pasti berkorelasi dengan mental distress. Hal ini semakin menegaskan bagaimana status pekerjaan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap diri kita. Jurnal lainnya, dalam bagian pendahuluannya, mengatakan bahwa employment is not only a source of income, but also a provider of social relationships, identity in society, and individual self-esteem. 

Yup, betapa penilaian sosial lebih penting daripada apapun.

Tentu, sebagai seorang karyawan, kita jadi memiliki banyak relasi; tidak hanya teman di kantor, tetapi juga relasi dengan lingkungan dan orang-orang di luar kantor. Namun, apakah hal tersebut (sudah bekerja alias bukan pengangguran) dapat menjamin social relationship yang menjanjikan? Bayangkan juga, dengan memiliki pekerjaan, kita dapat menyatakan atau mengetahui identitas kita di masyarakat.

Oh, bukan berarti tulisan ini ingin mengkampanyekan "mari menjadi pengangguran" dan mengolok orang-orang yang memang mencari pekerjaan for the sake to pay their bills. It is totally fine. 

Hanya saja, memang fokus utama dalam kehidupan ini sudah bergeser ke arah materi alias uang.

What I want to say is I feel annoyed when people make some correlation between the work that she did and its prestige. The matter is personality, not money. And please, do not judge people by their occupation: employed or unemployed. 

Comments

Popular Posts