Lara - 1


Lara menoleh ke kiri. 

Kemudian menoleh ke kanan. Mengernyitkan dahi sebentar, kemudian menoleh lagi ke arah kiri. Mengangkat bahunya, kemudian kembali menunduk melihat buku yang ada di pangkuannya. Tanpa sadar, dahinya mengernyit. Mungkin karena sedang membaca sesuatu yang cukup serius. Atau mungkin karena silinder di matanya telah bertambah. Tangannya menghampiri alis yang mengernyit, kemudian melanjutkan membaca lagi.

Suara pengumuman terdengar dari luar pintu. Lara sempat berhenti sejenak dan memperhatikan pengumuman tersebut. Keasyikan membaca membuat Lara tidak memperhatikan sudah berada di stasiun mana. Tentu tidak memperhatikan, sebab dari awal ia naik, di stasiun Gondangdia, Lara tidak melepaskan pandangan dari buku yang sedang dibaca.  

Tiba-tiba, setelah mendengar pengumuman tersebut, Lara menutup buku dan memasukannya ke dalam tas. Mengambil telepon genggam dari tasnya dan membuka media sosial Instagram. Tidak tahu apa yang sedang dicari, Lara hanya terus menggeser lini Instagram miliknya. Jempolnya mengklik salah satu akun Instagram. Hanya foto-foto biasa, tidak ada yang istimewa. Kembali ke lini Instagram. Ia menarik pandangan dari telepon genggam dan melihat ke arah luar jendela. Ia membuka tasnya kemudian mengambil kartu multi-trip KRL miliknya.  

Ekspresi muka Lara tidak terbaca, tidak juga tercermin. Langkahnya biasa saja, tapi tidak juga dapat dikatakan langkahnya ringan, tetapi tidak juga berat. Tas yang dibawanya hanyalah tas bahu yang kelihatannya tidak terlalu berat. Mungkin ia sedang mengalami sakit bahu? Alis Lara sesekali naik. Tidak tahu apa maksudnya, mungkin saja ia sedang berpikir, apa itu bebas, pengaruh dari buku filasafat yang tadi ia baca.

\

Lara masuk ke dalam kelas 

dengan langkah yang biasa-biasa saja. Mungkin tidak dapat dikatakan biasa-biasa saja, tetapi tidak juga dapat dikatakan aneh. Ia duduk di bangku urutan paling terakhir. Kuliah hari ini tidak terlalu berat bagi Lara. Terlihat dari tas yang ia bawa di bahunya. Jadi, ia memilih duduk di bangku urutan paling terakhir dan membaca buku yang tadi juga ia baca di kereta. 

Suasana kelas masih sepi, hanya Lara yang sudah duduk di kelas, membaca. Ia tenang-tenang saja menghadapi suasana kelas yang sepi. Bahkan cenderung menikmati. Tidak ada yang mengganggu kegiatan membacanya. Tiba-tiba ia seperti tersentak, teringat sesuatu.  

\\

Setelah kupikir-pikir, 

ternyata ibuku tidak pernah bahagia. Bagaimana bisa bahagia? Ia selalu merasa seperti seseorang yang tidak pernah diperhitungkan, tidak dianggap, selalu mengerjakan pekerjaan rumah sendirian, menghadapi segala sesuatu sendirian, sampai saat sakit saja harus ke dokter sendirian. Ayahku masih ada. Masih. Ia masih bekerja di kantor tidak jauh dari rumah. Kakakku, sudah, kurang-lebih bekerja selama empat tahun di salah satu kantor yang berjajar di Sudirman. Senin sampai dengan Jumat, ia selalu pulang di atas jam 8. "Macet," katanya.  

Siapa yang tidak tahu gerak-gerik lelaki sedang selingkuh?  


Yah, mungkin yang ada hanya pura-pura tidak tahu. Mungkin juga bersikap "yasudah lah". Memang umurku belum genap 20 tahun. Namun, aku punya perasaan yang cukup kuat, terhadap berbagai hal. Termasuk tentang lelaki yang selingkuh. Ya, tentu aku tahu bahwa sebenarnya Ayahku selingkuh. Bagaimana rasanya saat melihat Ayah kalian bertelepon sembunyi-sembunyi, dengan suara yang cukup kecil, dan ketika kamu bertatapan dengan Ayahmu, ia langsung gelagapan?

Ibuku? Seperti yang telah aku bilang tadi. Mungkin ia hanya pura-pura tidak tahu, atau bersikap "yasudah lah". Ibuku mungkin orang yang paling sabar, atau paling bodoh? Entahlah. Yang pasti ibuku sangat pintar menyembunyikan perasaan.  

Aku dan kakakku memiliki hubungan yang biasa-biasa saja Tidak dekat, tidak juga terlalu berjarak. Kadang kami mengobrol, kadang kami hanya saling melewati. Yah, setidaknya aku sedang mencoba bahagia.

\\\


Bersama teman-temannya, Lara sedang makan di kantin, walaupun Lara tidak terlalu masuk dalam obrolan. Menu Lara siang itu sama dengan menu siang sebelum-sebelumnya. Ayam penyet super pedas. Lara meletakkan kacamatanya di meja, kemudian melanjutkan makan siang. Tubuh Lara berkeringat, mungkin karena kepedasan atau memang kepanasan karena cuaca yang cukup terik. Ditambah lagi, saat ini sedang jam makan siang, jadi kantin penuh dengan orang-orang yang sedang kelaparan.  


Tiba-tiba telepon genggam Lara bergetar. Lara tidak suka apabila telepon genggam-nya mengeluarkan bunyi yang mengganggu secara tiba-tiba. Ada telepon dari ayah Lara. Lara mengangkat telepon tersebut, kemudian, ia langsung buru-buru menyelesaikan makan siang dan pergi dari kantin. Panggilan teman-temannya tidak dihiraukan.

\\\\

"Ibumu aku temukan di halaman belakang rumah, dekat mesin cuci dan bonsaiku, tersungkur memeluk lutut dengan napas tersengal-sengal."


Comments

Popular Posts