Fakir Ide


Berbagai hal datang dan pergi, namun suatu pagi pikiran datang dan segera membuntuti. Mungkin pikiran ini bukanlah hal yang nyata. Tetapi, justru sesuatu yang tidak nyata itu yang sangat dipercaya {?}


Merasa sebagai orang paling miskin, karena belum pernah kedatangan satu ide pun dalam kehidupan. Tetapi, sekarang bukan perkara sudah didatangi oleh ide atau belum, tapi bagaimana cara untuk menemui ide itu sendiri.

Di situlah, kemudian banyak angin yang menabrak-nabrak.

Masalahnya adalah, kebiasaan untuk menunggu ide datang itu sudah mendarah-darah dalam kebiasaan. Jika ide tak kunjung datang, hanya terka yang dapat dilakukan, "sudah sampai manakah ide? Tak kunjung sampai juga ke sini."

Kini, untuk mencari ide, mungkin tidak harus keluar rumah. Atau menggerakkan badan menuju suatu tempat. Kini ide ada dalam genggaman dalam berbagai waktu dan keadaan. Berbagai ketersediaan ide-ide yang ditampilkan, membuat raga ini hanya ingin bergeming, membuat pikiran ini hanya ingin memilih ide yang sudah terlihat rupanya. Ini namanya bukan ide, tetapi kotak-kotak berlabel ide yang hanya tinggal dipilih seperti saat memilih model sepatu.

Beberapa hal yang dulunya dianggap dapat mendatangkan ide, kini dianggap picisan yang hanya pantas ada dalam karya sastra. Jika ada yang melakukan hal itu, maka olok-oloklah yang didapat. Terlebih lagi, olok kini tidak datang hanya dalam kehidupan nyata, tetapi juga kehidupan maya.

Kota-kotak berlabel ide tersebut kemudian menyebar ke berbagai penjuru. Sampai-sampai tidak tahu lagi sudah berapa banyak yang memiliki kotak-kotak ide itu. Tanpa sadar, kotak-kotak ini dipakai oleh banyak orang. Membuat keseragaman tak dapat dihindarkan. Kalaupun ada keinginan untuk seragam, tidak ada ide lain yang datang selain yang ada dalam kotak-kotak itu.

Keseragaman itu, membuat diri ini merasa tidak kaya. Kaya tidak hanya dengan uang, emas, dan berlian. Melainkan tidak merasa kaya dengan berbagai nilai yang ada. Hidup ini dilihat hanya sebagai suatu keterpaksaan yang harus dijalani, bukan dihayati. Hal-hal yang dilakukan menjadi sekadar pelengkap kehidupan dengan hanya menitikan sedikit nilai yang masih tersisa.

Tak ada yang salah dengan keseragaman. Tak ada yang salah dengan hanya memilih kotak-kotak yang sudah tersedia.

Tak ada yang salah.

Hanya saja kegelisahan menghampiri, membuat ide semakin menjauh. Entahlah, ini hanya pikiran yang datang pada suatu pagi. Lantas apalagi yang harus dicari?

Tak akan ada habisnya pertanyaan menghampiri jika masih saja ada yang membuntuti. 

Hanya pada akhirnya, hanya mampu menjual tenaga untuk menyambung kehidupan. Akhirnya, hanya menjadi pekerja yang tak kunjung mendapat kebahagiaan. Akhirnya, hanya menjadi pelaku, tanpa ada keselarasan.

Adakah yang masih memiliki pikiran seperti itu?




*Backsong for video from FRAU - Suspens



Comments

Popular Posts